Jumaat, 25 September 2015

Khutbah Imam Besar Katolik tentang "Kebenaran Islam" Yang Menggemparkan Jemaat

Seorang Imam Besar Katolik Ortodoks, Dmitri Smirnov, menyampaikan sebuah khutbah gereja yang menggemparkan di depan ratusan jemaatnya.

Dia mengatakan masa depan Rusia akan menjadi milik pemeluk Islam. Berikut ini ceramahnya kepada jemaatnya sebagaimana Muslimina beritakan:


Kalian lihat, ketika umat Islam merayakan hari besar keagamaannya, tidak satu pun orang yang berani melewati mereka, karena di seluruh dunia di masjid-masjid dan jalan-jalan kota di padati jutaan ribu umat Islam yang sedang bersujud kepada Tuhannya.

Saksikanlah, barisan jutaan umat manusia yang beribadah dengan sangat teratur dan mengikuti shaf mereka masing-masing, dan hal itu tidak perlu diajarkan. Mereka berbaris dengan tertib tanpa harus di perintah.

Lalu dimana kalian bisa melihat pemeluk Kristen seluruh dunia, bisa beribadah bersama? Dan hal itu tidak ada dalam Kristen, kalian tidak akan pernah melihatnya.

Lihatlah mereka, orang Muslim kerap membantu dengan sukarela tanpa berharap imbalan, tapi pemeluk Kristen malah sebaliknya.
imam-besar-katolik-ortodoks-dmitri-smirnov-2
Kalian tanyakan pada wanita tua itu (sambil menunjuk wanita yang lumpuh yang berada di gerejanya). Menurut wanita tua itu, seorang pengemudi Muslim sering menyediakan jasa transportasinya untuk mngantarnya ke gereja di Moskow.

Dan setiap wanita tua itu ingin memberinya upah, tapi pengemudi Muslim selalu menolaknya dengan alasan bahwa Islam melarang mengambil upah pada wanita lansia, jompo, dhuafa dan anak-anak yatim di berbagai panti dan yayasan.

Dengarkanlah persaksiannya, padahal wanita tua itu bukan ibu atau kerabatnya, tapi pengemudi Muslim mengatakan dalam Islam wajib menghormati orang yang lebih tua, apalagi orang tua yang lemah dan tak berdaya tersebut.

Keikhlasan pribadi pengemudi Muslim tersebut tidak ada ditemukan dalam pemeluk Kristen yang mengajarkan kasih, tapi pengemudi Kristen bisa tanpa belas kasih meminta upah atas jasa transportasinya pada wanita tua itu. Dia mengatakan layak mendapat upah karena itu adalah profesinya sebagai jasa transportasinya.

Seorang Muslim justru lebih dekat dengan Sang Mesiah, tapi orang Kristen hanya ingin uang. Apakah kalian tidak merasakan?

Bagaimana dalam prosesi penebusan dosa, siapa saja harus membayar kepada pendetamu, entah itu miskin atau manula, wajib memaharkannya sebagai ritual pengampunan dosa.

DMITRIV%2BSMIRNOV
Imam Besar Katolik Ortodoks, Dmitri Smirnov

Saksikan juga, seorang Muslim tidak tertarik untuk mngambil upah pada orang-orang lansia. Mereka begitu ikhlas dengan sukarela membawakan barang-barang serta belanjaan wanita tua itu. Sampai sang wanita tua itu hendak berdoa ke gereja, sang pengemudi Muslim setia antar jemput wanita tua itu.

Inilah kenapa saya mengatakan masa depan Rusia akan menjadi milik mayoritas pemeluk Islam dan negeri ini akan mnjadi milik Islam. Kalian lihat pribadi yang berbudi luhur dan santun, mampu membuat dunia tercengang, ternyata akhlak Muslim lebih mulia daripada jemaat Kristen.

Kalian mendengar bahwa Islam dituduhkan sebagai agama teroris, tapi itu hanya isu belaka yang pada kenyataannya umat Islam lebih mengedepankan tata krama serta kesopanan.

Walau mereka di fitnah sebagai teroris, tapi populasi jumlah mualaf di Eropa dan Rusia makin ramai berdatangan ke tempat ibadah orang Muslim untuk memeluk Islam, karena para mualaf tahu betul bahwa Islam tidak sekejam yang dunia tuduhkan.

Sekarang dan selamanya, masa depan Rusia akan menjadi milik umat Islam. Di masa depan adalah kembalinya kejayaan Islam. Lihat populasi Muslim di Rusia, telah berjumlah 23 juta dan pemeluk Kristen mngalami penurunan menjadi 18 juta, lalu sisa yang lainnya masih tetap komunis.

Ini sebuah fakta bahwa Islam sekarang menjadi agama terbesar di Rusia. Di utara bekas pecahan negara Uni Soviet mayoritas Muslim yaitu Republik Chechnya, Tarjikistan, Kajakhstan, Uzbeckistan dan Dagestan. Lalu umat Islam telah menjamah di kota-kota besar Rusia termasuk Moskow.

Moscow
Sholat Idul Fitri 1436 H di Moscow Rusia

Imam Besar mengakhiri khutbahnya dan turun ke mimbarnya dengan mata yang berair, di mana para jemaatnya masih terpaku dan haru, tidak menyangka seorang Imam Besar Katolik bisa mengagungkan orang Muslim. 

Sebagian jemaat ada yang menangis melihat cara ajaran Islam, ternyata berbudi luhur dan tidak layak di sebut “teroris”. 

Sumber: mediaislamia.com

Nikmat akal boleh sahaja hilang, tetapi


Nikmat akal boleh sahaja hilang, tetapi sifat ikhsan dan kasih sayang masih ada untuk disebarkan.
Rasulullah ﷺ bersabda: Tatkala seseorang sedang berjalan di suatu jalan, dia ditimpa rasa haus yang amat sangat, kemudian ia mendapat telaga, maka diapun turun ke dalamnya, kemudian dia minum lalu keluar kembali. Tiba-tiba dia mendapati seekor anjing yang sedang menjulur-julurkan lidahnya sambil memakan tanah kerana kehausan. Maka orang tersebut berkata: 'Sungguh anjing ini sedang merasa kehausan sebagaimana yang tadi aku rasakan', kemudian diapun turun kembali ke dalam telaga, kemudian dia mengisi kasutnya dengan air, lalu dia gigit dengan mulutnya hingga dia mendaki keluar dari telaga tersebut, kemudian dia memberi minum anjing tersebut. Maka Allah berterima kasih (menerima amalannya) dan mengampuninya.
Mereka bertanya: "Wahai Rasulullah! apakah kita akan mendapat pahala dengan berbuat baik kepada haiwan?" Rasulullah ﷺ menjawab: "Terhadap setiap mahluk bernyawa akan diberi pahala"
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ، عَنْ مَالِكٍ، عَنْ سُمَىٍّ، مَوْلَى أَبِي بَكْرٍ عَنْ أَبِي صَالِحٍ السَّمَّانِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ـ رضى الله عنه ـ أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ " بَيْنَا رَجُلٌ بِطَرِيقٍ، اشْتَدَّ عَلَيْهِ الْعَطَشُ فَوَجَدَ بِئْرًا فَنَزَلَ فِيهَا فَشَرِبَ، ثُمَّ خَرَجَ، فَإِذَا كَلْبٌ يَلْهَثُ يَأْكُلُ الثَّرَى مِنَ الْعَطَشِ، فَقَالَ الرَّجُلُ لَقَدْ بَلَغَ هَذَا الْكَلْبَ مِنَ الْعَطَشِ مِثْلُ الَّذِي كَانَ بَلَغَ مِنِّي، فَنَزَلَ الْبِئْرَ، فَمَلأَ خُفَّهُ مَاءً، فَسَقَى الْكَلْبَ، فَشَكَرَ اللَّهُ لَهُ، فَغَفَرَ لَهُ ". قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَإِنَّ لَنَا فِي الْبَهَائِمِ لأَجْرًا فَقَالَ " فِي كُلِّ ذَاتِ كَبِدٍ رَطْبَةٍ أَجْرٌ "
كتاب المظالم
باب الآبَارِ عَلَى الطُّرُقِ إِذَا لَمْ يُتَأَذَّ بِهَا
Sahih al Bukhari 2466
Perbanyakkan Tahlil, Takbir dan Tahmid sepanjang awal Dzulhijjah
لا إله إلا الله, الله أكبر, الحمد لله
Perbanyakkan Istighfar kepada Allah ﷻ
¤ربنا اغفرلي ولوالدي وللمؤمنبن¤
Perbanyakkan Selawat kepada Rasulullah ﷺ
¤ اللهم صل على محمد ¤

Rabu, 16 September 2015

11.9.2015 MASJIDILHARAM MECCA

Perkongsian cerita dari salah seorang hujjaj baru2 ini di Mekah ketika kejadian..

"Perjalanan saya ke Masjidilharam untuk menunaikan solat Maghrib petang kelmarin, pada awalnya tidak banyak berbeza dengan hari-hari yang saya lalui sejak menjejaki kaki di bumi Anbiya ini. Melalui jalan yang menghala ke Masjid agung itu, langkah dipercepatkan supaya segera tiba. Sebagaimana saya, begitu juga jemaah lain yang sudah berada di kota kelahiran Rasulullah SAW ini sejak pertengahan bulan lalu, sempena musim haji tahun ini. Masing-masing berpusu-pusu dan menyegerakan langkah untuk segera tiba bagi mendapatkan ruang solat terbaik dan kesempatan beriktikaf sementara menunggu masuknya waktu.

Namun, apabila kaki sudah berada di dataran Masjidilharam, cuaca tiba-tiba mula bertukar dan ketika mendongak untuk menyaksikan perubahan yang agak pantas itu, saya melihat langit bertukar menjadi coklat pekat dan angin kencang yang penuh dengan pasir bertiup ke arah muka.

Dalam keadaan itu, saya hanya memikirkan betapa kerdilnya jutaan manusia dan segala binaan hebat di Makkah ini jika dibandingkan dengan kekuasaan Allah SWT.

Tidak disangka pagi Jumaat yang tenang di Makkah bertukar menjadi kucar-kacir pada petangnya apabila ribut pasir yang kuat melanda sehingga menyebabkan sebuah kren pembinaan di Masjidilharam yang sedang menjalani kerja pembesaran, tumbang dan mengorbankan nyawa sebilangan jemaah dan mencederakan ratusan yang lain.

Nyaris dihempap pencangkuk rakan sebilik, Azri Asmon, 31, yang pada waktu angin kencang melanda sudah berada di dalam Masjidilharam menceritakan, bagaimana beliau yang berada di tingkat atas mataf pada waktu itu kerana menunaikan tawaf sunat, menyaksikan sendiri sebuah kren tumbang di atas Masa'a (tempat mengerjakan saie) dan pencangkuknya melayang dekat dengannya sebelum jatuh ke atas ruang tawaf di bahagian bawah.

Katanya, orang yang sedang tawaf di mataf kelam kabut berlari mencari jalan keluar dan mereka bertolak-tolak... ada yang jatuh di atas lantai mataf kerana hanya ada dua laluan kecil yang menghubungkan mataf dengan bangunan masjid. "Saya simpati dengan warga tua dan jemaah berkerusi roda yang tersekat dalam kesesakan. Malah, ada jemaah yang cuba turun mataf yang setingginya kira-kira 25 meter itu, mungkin bimbang mataf itu juga akan runtuh ditiup angin.

Dalam keadaan itu saya hanya berdiri, melaungkan azan serta berzikir dan berdoa memohon perlindungan Allah SWT. Mujur isteri tidak ikut sama tawaf sunat dan berada di ruang dalam masjid," katanya yang berasal dari Pasir Gudang. Ahli keluarga terpisah.

Katanya lagi, jemaah yang berjaya masuk ke kawasan perlindungan mula sibuk mencari pasangan masing-masing dan ahli keluarga yang terpisah ketika ribut itu berlaku. Keadaan diburukkan lagi apabila semua talian telefon terputus dan wajah-wajah kebimbangan jelas di muka.

Ribut pasir yang tiba-tiba muncul itu turut menurunkan hujan batu dan beberapa jemaah cedera serta luka di badan kerana terkena ketulan ais yang agak besar.

Saya turut melihat empat sekeluarga lengkap dengan pakaian ihram berpaut pada tiang lampu di dataran Masjidilharam, cuba menahan diri daripada diterbangkan angin kencang.

Kilat sabung menyabung dan guruh berdentum dan untuk beberapa ketika, saya melihat angin pusar yang besar melintasi kawasan dataran, menerbangkan apa saja di dalam laluannya. Angin kencang itu turut menerbangkan penghadang jalan plastik di dataran, seumpama kertas dan mencederakan beberapa jemaah yang tidak sempat mengelakkan diri, terutama warga tua yang panik dan tidak dapat bergerak laju untuk menyelamatkan diri.

Dalam kekalutan ribuan manusia yang cemas di dataran Masjidilharam mencari perlindungan, saya dan seorang lagi jemaah India membantu seorang jemaah wanita tua dari Indonesia di hadapan saya yang terjatuh dan cedera akibat terkena penghadang jalan plastik yang diterbangkan oleh angin kencang itu.

"Tolong mas, tolong saya, mas. Jangan tinggalkan saya," rayunya berkali-kali diiringi tangisan sambil merangkul erat kaki saya. Mulutnya berdarah dan kedua-dua kakinya tidak dapat digerakkan.

Dalam keadaan basah kuyup, saya memujuknya dengan berjanji tidak akan meninggalkannya. Bagaimanapun, saya tidak berani untuk mengangkat wanita itu kerana saiz badannya yang agak besar dan bimbang jika beliau mengalami kecederaan dalaman. Sambil melindunginya daripada ribut dan angin kencang, beberapa penghadang besi tumbang dan penghadang jalan plastik juga terbang hampir dengan kami.

Ketika itu, saya melayani hati dengan bertawakal kepada Allah SWT untuk melindungi kami dan reda jika itu adalah hari terakhir buat saya walaupun saya tahu peluang untuk selamat lebih cerah jika saya meninggalkan wanita itu dan menyelamatkan diri. Namun, ini adalah Tanah Haram dan setiap insan yang berada di situ akan diuji tahap keimanan mereka seperti beberapa lelaki yang berlari melintasi kami tanpa mempedulikan jeritan pertolongan saya kepada mereka untuk membantu kami yang terdedah kepada pelbagai bahaya di kawasan lapang dataran itu. Hanya doa yang tidak putus-putus dan keyakinan kepada Allah SWT saja yang menguatkan hati saya untuk terus bertahan di situ.

Jemaah dari India yang bersama saya itu kemudian berlari di dalam ribut untuk mendapatkan bantuan dan kembali dengan seorang anggota polis yang cuba menghubungi anggota lain.

Kekalutan itu berlaku dalam seminit dua, tetapi dalam keadaan itu, waktu bagaikan berputar terlalu lama dan tidak lama kemudian, tiba seorang lagi anggota polis yang membuat pemeriksaan pantas dan memutuskan untuk mengangkat wanita Indonesia itu untuk dibawa ke tempat perlindungan. Berlindung di aras bawah bersama-sama, kami memapah beliau dalam ribut yang masih kencang itu ke bilik air di aras bawah tanah yang terletak kira-kira 100 meter dari situ. Sebaik tiba di bilik air itu, saya melihat sudah ada beberapa ratus jemaah yang berlindung di situ dan wanita itu segera mendapatkan bantuan daripada jemaah Indonesia lain. Ribut itu reda kira-kira setengah jam kemudian dan perlahan-lahan jemaah yang berlindung mulai keluar untuk mencari anggota keluarga dan sahabat mereka yang terpisah dan melihat kerosakan disebabkan ribut berkenaan. Ribuan pekerja masjid juga pantas membuat kerja pembersihan dengan membuang air yang bertakung di kawasan dataran dan sebahagian masjid.

Tidak lama kemudian, azan Maghrib berkumandang dan imam yang bagaikan mengerti, membaca surah al-Zalzalah dan al-Qari'ah yang menceritakan mengenai hari kiamat dan tanda-tandanya, pada rakaat pertama dan kedua solat. Surah al-Zalzalah yang mengandungi lapan ayat itu bermaksud:

"Apabila bumi digoncangkan dengan goncangan (yang dahsyat), dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya, dan manusia bertanya:

"Mengapa bumi (menjadi begini)?
" Pada hari itu bumi menceritakan beritanya kerana sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) kepadanya.
Pada hari itu manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka.
Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarahpun, nescaya dia akan melihat (balasan)-Nya dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan sebesar zarahpun, nescaya dia akan melihat (balasan)-Nya pula."

Kedengaran esak tangis jemaah apabila surah berkenaan dikumandangkan.

Selepas solat, saya terus pulang ke hotel kerana keletihan dan agak trauma. Ketika itu saya mendapat tahu ada jemaah yang meninggal dunia dan cedera dalam kejadian berkenaan. Al-Fatihah buat jemaah yang meninggal dunia. Apa pun, jika ditanya kepada saya, tiada tempat lain yang saya ingin menghembuskan nafas saya yang terakhir selain daripada di Tanah Haram.

Semoga kejadian ini memberikan kita keinsafan akan kekuasaan Allah SWT dan menambah ketabahan dalam menghadapi dugaan-Nya. "

-Penulis ialah Pengurus Besar Komunikasi Korporat Pharmaniaga Bhd

BaSaHi LiDaHmu......GeTaRkAn HaTimu..PaDa SeTiAp MaSa SeTiAp KeTiKa


Sabtu, 12 September 2015

Imam Ahmad Bin Hambal Dibelasah Dan Dipenjarakan


Imam Ahmad bin Muhammad bin Hambal. Beliau adalah Imam yang keempat dari fuqahak Islam. 
Beliau memiliki sifat-sifat yang luhur dan tinggi. Ahmad bin Hambal dilahirkan di Baghdad 
pada bulan Rabiul Awal tahun 164H. Beliau termasyhur dengan nama datuknya Hambal, kerana 
datuknya lebih masyhur dari ayahnya. 

Ibnu Hambal hidup dalam keadaan miskin, kerana ayahnya hanya meninggalkan sebuah rumah 
kecil dan tanah yang sempit. Beliau terpaksa melakukan berbagai pekerjaan. Beliau pernah 
bekerja di tempat tukang jahit, mengambil upah menulis, menenun kain dan kadangkala 
mengambil upah mengangkat barang-barang orang. Beliau lebih mementingkan makanan 
yang halal lagi baik dan beliau tidak senang menerima hadiah-hadiah. 

Ketika ia masih berumur 14 tahun, Ahmad bin Hambal telah belajar mengarang dan menghafal
Al-Quran. Beliau bekerja keras dalam menuntut ilmu pengetahuan. Sebagai seorang ulama 
yang sangat banyak ilmunya, Ibnu Hambal pun seorang yang teguh imannya, berani berbuat 
di atas kebenaran. Dia tidak takut bahaya apa pun terhadap dirinya di dalam menegakkan 
kebenaran itu. Kerana Allah memang telah menentukan bahawa setiap orang yang beriman 
itu pasti akan diuji keimanannya. Termasuk juga para nabi dan rasul yang tidak pernah 
lepas dari berbagai ujian dan cubaan. 

Ujian dan cubaan berupa fitnah, kemiskinan, seksaan dan lain-lainnya itu selalu akan 
mendampingi orang-orang yang beriman apalagi orang yang menegakkan kebenaran. 
Demikian juga halnya dengan Imam Hambali, terlalu banyak bahaya yang dihadapinya 
dalam berjuang menegakkan kebenaran agama. Ujian itu datangnya bermacam-macam 
kadangkala dari musuh kita dan dapat juga timbul dari kawan-kawan yang merasa iri 
dengan kebolehan seseorang. 

Imam Hambali berada di zaman kekuasaan kaum Muktazilah yang berpendapat bahawa 
Quran itu adalah makhluk. Pendirian ini begitu kuatnya di kalangan pemerintah, sehingga 
barangsiapa yang bertentangan pendirian dengan pihak pemerintah tentu akan mendapat s
eksaan. Sebelum Al-Makmun ini, yakni di zaman sultan Harun Al-Rasyid, ada seorang 
ulama bernama Basyar Al-Marisy berpendapat bahawa Quran itu adalah makhluk. 
Baginda Harun Al-Rasyid tidak mahu menerima pendapat tersebut. Bahkan terhadap 
orang yang berpendapat demikian akan diberi hukuman. Kerana ancaman itu akhirnya 
Basyar melarikan diri dari Baghdad. 

Sultan Harun Al-Rasyid pernah berkata: “Kalau umurku panjang dan masih dapat berjumpa 
dengan Basyar nescaya akan kubunuh dia dengan cara yang belum pernah aku lakukan 
terhadap yang lain?” Selama 20 tahun lamanya Syekh Basyar menyembunyikan diri dari 
kekuasaan Sultan. 

Tetapi setelah Sultan Harun Al-Rasyid meninggal dunia, kemudian diganti dengan 
puteranya Al-Amin barulah Syekh Basyar keluar dari persembunyiannya. Kembali ia 
mengeluarkan pendapatnya itu, bahawa Quran itu adalah makhluk. Al-Amin juga 
ependirian dengan ayahnya tidak setuju dengan pendapat tersebut. Ia mengancam 
berat terhadap orang yang mengatakan Quran itu makhluk. 

Kemudian kepala negara pindah lagi ke tangan saudara Al-Amin iaitu Al-Makmun. 
Di zaman pemerintahan Al-Makmun inilah pendapat tentang Quran itu makhluk mula 
diterima. Al-Makmun sendiri telah terpengaruh dan ikut berpendapat demikian. Pada 
suatu kali oleh Al-Makmun diadakan pertemuan para ulama besar, untuk membincangkan 
hal itu, tetapi para ulama tetap berpendapat bahawa Al-Quran itu adalah makhluk.
 Al-Makmun mengharapkan supaya pendapat itu diterima orang ramai. 

Pada masa itu satu-satunya ulama yang keras berpendirian bahawa “Al-Quran itu 
bukan makhluk?” Hanyalah Imam Hambali. Secara terus terang ia berkata di hadapan 
Sultan:“Bahawa Al-Quran bukanlah makhluk yang dijadikan Allah, tetapi ia adalah 
Kalamullah.” 

Imam Hambali satu-satunya ulama ketika itu yang berani membantah, sedangkan yang 
lainnya diam seribu bahasa. Kemudian ia ditangkap dan dihadapkan ke hadapan baginda. 
Ia dipanggil bersama tiga orang ulama yang lainnya, iaitu Imam Hassan bin Muhammad Sajah, 
Imam Muhammad bin Nuh dan Imam Ubaidah bin Umar. Kedua ulama di antara mereka sama 
menjawab dan membenarkan pendapat baginda sementara Imam Hambali dan Imam 
Muhammad bin Nuh dengan tegas menjawab bahawa Quran itu bukanlah makhluk. 
Keduanya lalu dimasukkan ke dalam penjara. Setelah beberapa hari dalam penjara 
datang surat dari Tharsus yang meminta supaya keduanya dibawa ke sana dengan dirantai. 

Kedua ulama tersebut betul-betul dirantai kedua kaki dan tangannya dan ditunjukkan 
di hadapan orang ramai. Kemudian dibawa ke Tharsus, sesampainya di sana keduanya 
dimasukkan ke dalam penjara. Kerajaan mempunyai seorang ulama besar bernama 
Ahmad bin Abi Daud, yang pandai berbicara namun lemah dalam pendirian. 

Terhadap Imam Hambali mereka minta supaya dihukum dengan hukuman yang seberat-
beratnya. Baginda raja menerima usulan tersebut. Lalu Imam Hambali dihadapkan depan 
raja dan ditanyakan tentang pendiriannya. Namun ia tetap menyampaikan pendiriannya 
bahawa Al-Quran itu ialah Kalamullah bukan makhluk. Dan ia menegaskan lagi bahawa ia 
tidak akan berubah dari pendiriannya itu. 

Akhirnya terjadilah persidangan yang dipimpin oleh baginda sendiri. Kemudian baginda 
memanggil Imam Hambali dan berkata: “Atas nama saya sebagai kerabat Nabi Muhammad SAW 
saya akan memukul engkau beberapa kali, sampai engkau membenarkan apa yang telah saya 
benarkan, atau mengatakan seperti yang saya kata?” Kerana Imam Hambali masih tetap 
dengan pendiriannya, maka baginda memerintahkan kepada perajuritnya untuk memukul 
Imam Hambali. 

Ketika cambuk yang pertama singgah di punggung beliau, beliau mengucapkan “Bismillah.
” Ketika cambuk yang kedua, beliau mengucapkan “La haula walaa quwwata illaa billah” 
(tiada daya dan kekuatan apa pun kecuali izin Allah). Ketika cambuk yang ketiga kalinya 
beliau mengucapkan “Al-Quran kalaamullahi ghairu makhluk” (Al-Quran adalah kalam 
Allah bukan makhluk). Dan ketika pada pukulan yang keempat, beliau membaca surah 
At-Taubah ayat 51. 

“Katakanlah: Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang ditetapkan oleh 
Allah bagi kami.”

Sehingga seluruh badan beliau mengalir darah merah

Akhirnya beliau dimasukkan ke dalam penjara kembali. Pada suatu hari ketika Imam 
Hambali dibawa ke Kota Anbar dengan tangan yang terbelenggu, seorang yang alim 
bernama Abu Ja’far Al-Anbari menghampiri beliau. Imam Hambali bertanya kepadanya: 
“Hai Abu Ja’far apakah engkau susah melihat keadaanku?” “Tidak wahai Imam, engkau 
adalah pemuka umat, kerana umat manusia ada di belakangmu. Demi Allah, bila engkau 
mahu menjawab bahawa Quran itu makhluk, pastilah umat akan mengikutimu, dan bila 
engkau tidak mahu menjawab, maka umat juga tidak mahu menjawab seperti apa yang
 ingin engkau jawab. Bila engkau tidak mati dibunuh orang, pasti engkau juga akan mati 
dengan cara yang lain. Maka janganlah engkau mahu menuruti kehendak mereka.” 

Mendengar kata-kata Ja’far itu beliau mencucurkan air mata dan berkata: “Masya-Allah!, 
Masya-Allah!, Masya-Allah!. Kemudian beliau pun dikunjungi oleh bekas penjahat bernama 
Abdul Haitsam Al-Ayyar dan berkata kepada beliau: “Wahai Imam, saya ini seorang pencuri 
yang didera dengan beribu-ribu cambukan, namun saya tidak mahu mengakui perbuatan saya, 
pada hal saya menyedari bahawa saya salah. Maka janganlah Imam gelisah dalam menerima 
dera, sebab engkau dalam kebenaran.” 

Ketika Khalifah Al-Makmun meninggal dunia pada tahun 218H (833 M) setelah memerintah 
20 tahun lamanya, yang mengganti beliau ialah saudaranya yang bernama Ishaq Muhammad 
bin Harun Al-Rasyid yang bergelar dengan Al-Muktashimbillah. Sebelum Khalifah Al-Makmun 
meninggal dunia beliau telah berpesan kepada bakal penggantinya itu bahawa faham 
Al-Quran itu makhluk harus dipertahankan.” 

Kebijaksanaan kerajaan yang menyeksa para ulama yang tidak sependirian dengan faham 
kerajaan itu atas dasar hasutan seorang ulama kerajaan yang bernama Qadhi Qudhoti 
Ahmad bin Abi Daud (Daud). Ulama inilah yang memberikan usulan kepada Al-makmun 
bahawa jika Imam Ahmad bin Hambal tetap tidak mahu mengikuti bahawa Al-Quran itu 
makhluk hendaklah dihukum dengan hukuman yang berat. 

Setelah kerajaan dipegang oleh Al-Muktasim ulama Ahmad bin Daud masih tetap menjadi 
qadi kerajaan. Pada suatu hari Qadi kerajaan ini cuba mengadili Imam Hambali dengan 
melakukan perdebatan akhirnya Ahmad bin Daud kalah kerana tidak dapat mengemukakan 
alasan yang lebih kuat. Walaupun demikian Imam Hambali tetap dimasukkan kembali ke 
dalam penjara. 

Pada bulan Ramadhan pengadilan terhadap Imam Hambali diadakan lagi. Khalifah 
Al-Muktashim bertanya: “Al-Quran itu adalah baru, bagaimana pendapat anda.” 
“Tidak!, Al-Quran adalah kalam Allah, saya tidak sejauh itu membahasnya kerana 
di dalam Al-Quran dan hadith tidak disuruh membahas soal tersebut.” Jawab beliau. 

Beliau dicambuk sampai berdarah, pada hal ketika itu bulan puasa. Baginda berkata: 
“Kalau kamu merasa sakit dengan pukulan ini, maka ikutilah saya, dan akuilah bahawa 
Al-Quran itu makhluk, supaya kamu selamat.” 

Penderaan pun terus berlangsung, sehingga beliau terasa bahawa tali seluar yang menutup 
auratnya putus dan hampir turun ke bawah. Beliau pun mengangkatkan mukanya ke atas 
sambil berdoa: “Ya Allah!, atas namaMu yang menguasai Arsy, bahawa jika Engkau 
mengetahui bahawa saya adalah benar, maka janganlah Engkau jatuhkan penutup 
aurat ku.” Ketika itu pula seluar beliau yang akan jatuh itu naik ke atas kembali sehingga 
aurat beliau tidak jadi terlihat oleh orang ramai. 

Penyeksaan terhadap beliau itu baru berakhir setelah selesai maghrib. Para hakim dan 
orang- orang hadir kemudian berbuka puasa di hadapan beliau. Sementara beliau dibiarkan 
saja tidak diberi sesuatu makanan untuk berbuka. Demikianlah seterusnya, pada hari yang 
kedua pun beliau masih tetap didera sampai seluruh badannya mencucurkan darah. Pada 
hari ketiga beliau masih tetap didera sehingga pengsan. 

Setelah Al-Muktashim meninggal dunia ia diganti dengan puteranya Al-Watsiq. Pada masa 
ini banyak penganiayaan dilakukan terhadap para ulama. Khalifah Al-Watsiq inilah yang 
memancung leher ulama terkenal yakni Ahmad bin Naser Al-Khuza’i. Kepala Ahmad bin 
Naser digantung dan diletak tulisan yang berbunyi: “Inilah kepala Ahmad bin Naser yang
 tidak mahu mengakui bahawa Al-Quran itu makhluk, maka Tuhan memasukkan Ahmad 
bin Naser ke dalam neraka, kepala ini menjadi peringatan bagi mereka yang memalingkan 
dirinya dari kiblat.” Demikianlah tulisan yang diletakkan dekat leher Ahmad bin Naser. 

Kemudian Khalifah Al-Watsiq meninggal dunia dan digantikan dengan saudara beliau 
yang bernama, Al-Mutawakkil. Pada masa inilah dicabut tentang faham muktazilah dan 
diadakan pembebasan terhadap semua ulama yang ditahan, termasuk Imam Ahmad bin 

hambal. Sementara itu Imam Hambali setelah dibebaskan beliau diberi hadiah sebanyak 
l0,000 dirham, namun hadiah tersebut beliau tolak. Kerana dipaksa untuk menerimanya, 
akhirnya beliau terima dan dibahagi-bahagikan kepada fakir miskin. 


Pada hari Jumaat tanggal 12 Rabiul Awal tahun 241 H/855 M beliau meninggal dunia yang 
fana ini dengan tenang dalam usia 77 tahun. Setelah mendengar wafatnya beliau, seluruh 
Kota Baghdad menjadi gempar jenazah beliau disembahyangkan lebih dari 130,000 orang 
muslimin. Demikian berakhirnya riwayat seorang penegak kebenaran dan meninggikan 
ilmu pengetahuan, setelah melalui berbagai seksaan dan penganiayaan. Semoga mereka
 yang berjuang pada jalan Allah menjadi kekasih Allah, yang selalu mendapat keberkahannya 
dan keredhaanNya. 

Banyak lagi mereka yang berjuang pada jalan Allah akhirnya menerima ujian dan cubaan 
dengan berbagai penganiayaan dan seksaan. 

Firman Allah ertinya: 
“Apakah manusia itu mengira bahawa mereka dibiarkan saja mengatakan. “Kami telah 
beriman, sedang mereka tidak diuji? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang 
yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang- orang yang benar dan 
sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.”
(Al-Ankabut: 2-3)
http://roslibz.blogspot.my/2014/02/imam-ahmad-bin-hambal-dibelasah-dan.html

Riwayat Hidup Imam Syafie

Riwayat Hidup Imam Syafie Rahimahumullah



Nama dan Nasab

Beliau bernama Muhammad dengan kuniyah (gelaran) Abu Abdillah. Nasab beliau secara lengkap 
adalah Muhammad bin Idris bin al-‘Abbas bin ‘Utsman bin Syafi‘ bin as-Saib bin ‘Ubayd bin ‘Abdu 
Zayd bin Hasyim bin al-Muththalib bin ‘Abdu Manaf bin Qushay. Nasab beliau bertemu dengan 
nasab Rasulullah pada diri ‘Abdu Manaf bin Qushay. Dengan begitu, beliau masih termasuk sanak 
kandung Rasulullah karena masih  terhitung keturunan paman-jauh beliau , yaitu Hasyim bin 
al-Muththalib.

Bapak beliau, Idris, berasal dari daerah Tibalah (Sebuah daerah di wilayah Tihamah di jalan 
menuju ke Yaman).  Dia seorang yang tidak berpunya. Awalnya dia tinggal di Madinah lalu 
berpindah dan menetap di ‘Asqalan (Kota tepi pantai di wilayah Palestina) dan akhirnya 
meninggal dalam keadaan masih muda di sana. Syafi‘, kakek dari kakek beliau, -yang namanya
menjadi sumber penisbatan beliau (Syafi‘i)- menurut sebahagian  ulama adalah seorang sahabat
shigar (junior) Nabi. As-Saib, bapak Syafi‘, sendiri termasuk sahabat kibar  (senior) yang 
memiliki kemiripan fisik dengan Rasulullah saw. Dia termasuk dalam barisan tokoh musyrikin 
Quraysy dalam Perang Badar. Ketika itu dia tertawan lalu menebus sendiri dirinya dan 
menyatakan masuk Islam. 

Para ahli sejarah dan ulama nasab serta ahli hadits bersepakat bahwa Imam Syafi‘i 
berasal dari keturunan Arab murni. Imam Bukhari dan Imam Muslim telah memberi kesaksian
mereka akan kevalidan nasabnya tersebut dan ketersambungannya dengan nasab Nabi,
kemudian mereka membantah pendapat-pendapat sekelompok orang dari kalangan Malikiyah 
dan Hanafiyah yang menyatakan bahwa Imam Syafi‘i bukanlah asli keturunan Quraysy secara 
nasab, tetapi hanya keturunan secara wala’ saja.

Adapun ibu beliau, terdapat perbezaan pendapat tentang jati dirinya. Beberapa pendapat 
mengatakan dia masih keturunan al-Hasan bin ‘Ali bin Abu Thalib, sedangkan yang lain 
menyebutkan seorang wanita dari kabilah Azadiyah yang memiliki kun-yah (gelaran) Ummu 
Habibah. Imam an-Nawawi menegaskan bahawa  ibu Imam Syafi‘i adalah seorang wanita yang 
tekun beribadah dan memiliki kecerdasan yang tinggi. Dia seorang yang faqih dalam urusan 
agama dan memiliki kemampuan melakukan istinbath hukum. (mengeluarkan hukum)

Waktu dan Tempat Kelahirannya

Beliau dilahirkan pada tahun 150H. Pada tahun itu pula, Abu Hanifah wafat sehingga 
dikomentari oleh al-Hakim sebagai isyarat bahwa beliau adalah pengganti Abu Hanifah dalam 
bidang yang ditekuninya.


Imam Syafie menghafal Al-Quran sewaktu berumur 9 tahun.Beliau menghafal Kitab al-Muwatta’
yang ditulis oleh Imam Malik (Mazhab Maliki) selama 10 tahun. Beliau mempunyai kecerdikan 
dan daya ingatan yang sangat luar biasa.Dibenarkan memberikan fatwa sendiri oleh gurunya
sewaktu berusia 15 tahun sewaktu mengajar di Masjidil Haram.

Sebelum melahirkan beliau, ibunya bermimpi melihat sebutir bintang keluar dari perutnya lalu
naik ke langit. Lalu bintang itu pecah lalu jatuh bertaburan jatuh ke bumi.Cahaya dari 
bintang pecah yang jatuh itu menerangi seluruh muka bumi.Ibunya terkejut bila mengetahui
suaminya juga mengalami mimpi yang sama iaitu dia melihat ada sebutir bintang yang 
keluar dari perut isterinya.


Beliau dilahirkan di Kota Gaza Palestin pada bulan Rejab 150 Hijrah.Ada yang mengatakan 
pada malam beliau dilahirkan itu Imam Abu Hanifah (Imam Hanafi) meninggal dunia akibat 
diracun oleh Khalifah Abu Jaafar al-Mansur dari Bani Abbasiyah sewaktu Imam Hanafi berada
dalam penjara.Beliau dipenjara, diseksa dan dirotan kerana tidak mahu memberikan 
kerjasama kepada Khalifah Bani Abbasiyah yang zalim
itu dengan menolak tawaran untuk menjadi Hakim kerajaannya.

Tentang tempat kelahirannya, banyak riwayat yang menyebutkan beberapa tempat yang berbeda. 
Akan tetapi, yang termasyhur dan disepakati oleh ahli sejarah adalah kota Ghazzah (Sebuah kota 
yang terletak di perbatasan wilayah Syam ke arah Mesir. Tepatnya di sebelah Selatan Palestina. 
Jaraknya dengan kota Asqalan sekitar dua farsakh= 11km ). Tempat lain yang disebut-sebut 
adalah kota Asqalan dan Yaman.

Ibnu Hajar memberikan penjelasan bahwa riwayat-riwayat tersebut dapat digabungkan dengan 
dikatakan bahawa beliau dilahirkan di sebuah tempat bernama Ghazzah di wilayah Asqalan. 
Ketika berumur dua tahun,beliau dibawa ibunya ke negeri Hijaz dan berbaur dengan penduduk
negeri itu yang keturunan Yaman karena sang ibu berasal dari kabilah Azdiyah (dari Yaman). 
Lalu ketika berumur 10 tahun, beliau dibawa ke Mekkah,karena sang ibu khawatir nasabnya 
yang mulia lenyap dan terlupakan.

Pertumbuhannya dan Pengembaraannya Mencari Ilmu
Di Mekkah, Imam Syafi ‘i dan ibunya tinggal di dekat Syi‘bu al-Khaif. Di sana, sang ibu 
mengirimnya belajar kepada seorang guru. Sebenarnya ibunya tidak mampu untuk membiayainya, 
tetapi sang guru ternyata rela tidak dibayar setelah melihat kecerdasan dan kecepatannya 
dalam menghafal. Imam Syafi‘i bercerita, “Di al-Kuttab (sekolah tempat menghafal Alquran), 
saya melihat guru yang mengajar di situ membacakan murid-muridnya ayat Alquran, maka 
aku ikut menghafalnya. Sampai ketika saya menghafal semua yang dia katakan, dia berkata 
kepadaku, “Tidak halal bagiku mengambil upah sedikitpun darimu.” Dan ternyata kemudian 
dengan segera guru itu mengangkatnya sebagai penggantinya (mengawasi murid-murid lain) jika
 dia tidak ada. Demikianlah, belum lagi menginjak usia baligh, beliau telah berubah menjadi 
seorang guru.

Setelah rampung (selesai) menghafal Alquran di al-Kuttab, beliau kemudian beralih ke
Masjidil Haram untuk menghadiri majeis-majlis ilmu di sana. Sekalipun hidup dalam 
kemiskinan, beliau tidak berputus asa dalam menimba ilmu. Beliau mengumpulkan 
pecahan tembikar, potongan kulit, pelepah kurma, dan tulang unta  untuk dipakai menulis. 
Sampai-sampai tempayan-tempayan milik ibunya penuh dengan tulang-tulang, pecahan 
tembikar, dan pelepah kurma yang telah bertuliskan hadits-hadits Nabi. Dan itu terjadi pada
saat beliau belum lagi berusia baligh. Sampai dikatakan bahwa beliau telah menghafal 
Alquran pada saat berusia 7 tahun, lalu membaca dan menghafal kitab Al-Muwaththa’ karya 
Imam Malik pada usia 12 tahun  sebelum beliau berjumpa langsung dengan Imam Malik di Madinah.

Beliau juga tertarik mempelajari ilmu bahasa Arab dan syair-syairnya. Beliau memutuskan 
untuk tinggal di daerah pedalaman bersama suku Hudzail yang telah terkenal kefasihan dan 
kemurnian bahasanya, serta syair-syair mereka. Hasilnya, sekembalinya dari sana beliau telah 
berhasil menguasai kefasihan mereka dan menghafal seluruh syair mereka, serta mengetahui
nasab orang-orang Arab, suatu hal yang kemudian  banyak dipuji oleh ahli-ahli bahasa Arab 
yang pernah berjumpa dengannya dan yang hidup sesudahnya. Namun, takdir Allah telah 
menentukan jalan lain baginya. Setelah mendapatkan nasehat dari dua orang ulama, iaitu 
Muslim bin Khalid az-Zanji -mufti kota Mekkah-, dan al-Husain bin ‘Ali bin Yazid agar 
mendalami ilmu fqih, maka beliau pun tersentuh untuk mendalaminya dan mulailah beliau 
melakukan pengembaraannya mencari ilmu.

Beliau mengawalinya dengan menimbanya dari ulama-ulama kotanya, Mekkah, seperti 
Muslim bin Khalid, Dawud bin Abdurrahman al-‘Athar, Muhammad bin Ali bin Syafi’ –yang 
masih terhitung paman jauhnya-,Sufyan bin ‘Uyainah –ahli hadits Mekkah-, Abdurrahman
bin Abu Bakar al-Maliki, Sa’id bin Salim, Fudhail bin ‘Iyadh, dan lain-lain. Di Mekkah ini, 
beliau mempelajari ilmu fiqih, hadits, lughoh, dan Muwaththa’ Imam Malik. Di samping
itu beliau juga mempelajari keterampilan memanah dan menunggang kuda sampai menjadi 
mahir sebagai realisasi pemahamannya terhadap ayat 60 surat Al-Anfal. Bahkan dikatakan 
bahawa dari 10 panah yang dilepasnya, 9 di antaranya pasti mengena sasaran.

Setelah mendapat izin dari para syaikh-nya untuk berfatwa, timbul keinginannya untuk 
mengembara ke Madinah, Dar as-Sunnah, untuk mengambil ilmu dari para ulamanya. Terlebih 
lagi di sana ada  Imam Malik bin Anas, penyusun al-Muwaththa’. Maka berangkatlah beliau ke 
sana menemui sang Imam. Di hadapan Imam Malik, beliau membaca al-Muwaththa’ yang telah 
dihafalnya di Mekkah, dan hafalannya itu membuat Imam Malik kagum kepadanya. Beliau 
menjalani mulazamah (berguru) kepada Imam Malik demi mengambil ilmu darinya sampai 
sang Imam wafat pada tahun 179. Di samping Imam Malik, beliau juga mengambil ilmu 
dari ulama Madinah lainnya seperti Ibrahim bin Abu Yahya, ‘Abdul ‘Aziz ad-Darawardi,
 Athaf bin Khalid, Isma‘il bin Ja‘far, Ibrahim bin Sa‘d dan masih banyak lagi.

Setelah kembali ke Mekkah, beliau kemudian melanjutkan mencari ilmu ke Yaman. Di sana 
beliau mengambil ilmu dari Mutharrif bin Mazin dan Hisyam bin Yusuf al-Qadhi, serta yang lain. 
Namun, berawal dari Yaman inilah beliau mendapat cobaan –satu hal yang selalu dihadapi 
oleh para ulama, sebelum mahupun sesudah beliau-. Di Yaman, nama beliau menjadi tenar 
karena sejumlah kegiatan dan kegigihannya menegakkan keadilan, dan ketenangannya itu 
sampai juga ke telinga penduduk Mekkah. Lalu, orang-orang yang tidak senang kepadanya 
akibat kegiatannya tadi mengadukannya kepada Khalifah Harun ar-Rasyid, Mereka 
menuduhnya hendak mengobarkan pemberontakan bersama orang-orang dari kalangan Alawiyah.

Sebagaimana dalam sejarah, Imam Syafi‘i hidup pada masa-masa awal pemerintahan Bani ‘
Abbasiyah yang berhasil merebut kekuasaan dari Bani Umayyah. Pada masa itu, setiap khalifah
dari Bani ‘Abbasiyah hampir selalu menghadapi pemberontakan orang-orang dari kalangan
‘Alawiyah. Kenyataan ini membuat mereka bersikap sangat kejam dalam memadamkan 
pemberontakan orang-orang ‘Alawiyah yang sebenarnya masih saudara mereka sebagai sesama 
Bani Hasyim. Dan hal itu menggoreskan rasa sedih yang mendalam pada kaum muslimin secara 
umum dan pada diri Imam Syafi‘i secara khusus. Dia melihat orang-orang dari Ahlu Bait Nabi 
menghadapi musibah yang tegas dari penguasa. Maka berbeza dengan sikap ahli fqih selainnya, 
beliau pun menampakkan secara terang-terangan rasa cintanya kepada mereka tanpa rasa takut 
sedikitpun, suatu sikap yang saat itu akan membuat pemiliknya merasakan kehidupan yang sangat 
sulit.

Sikapnya itu membuatnya dituduh sebagai orang yang bersikap tasyayyu‘ (sikap ahli syiah), padahal 
sikapnya sama sekali berbeda dengan tasysyu’ model orang-orang syi‘ah. Bahkan Imam Syafi‘i
menolak keras sikap tasysyu’ model mereka itu yang meyakini keimaman Abu Bakar, Umar, serta 
‘Utsman , dan hanya meyakini keimaman Ali, serta meyakini kemaksuman para imam mereka. 
Sedangkan kecintaan beliau kepada Ahlu Bait adalah kecintaan yang didasari oleh perintah-perintah 
yang terdapat dalam Alquran maupun hadits-hadits shahih. Dan kecintaan beliau itu ternyata 
tidaklah lantas membuatnya dianggap oleh orang-orang syiah sebagai ahli fqih madzhab mereka.

Tuduhan dusta yang diarahkan kepadanya bahwa dia hendak mengobarkan pemberontakan, 
membuatnya ditangkap, lalu dihantar ke Baghdad dalam keadaan dibelenggu dengan rantai 
bersama sejumlah orang-orang ‘Alawiyah. Beliau bersama orang-orang ‘Alawiyah itu dihadapkan
 ke hadapan Khalifah Harun ar-Rasyid. Khalifah menyuruh bawahannya menyiapkan pedang dan 
hamparan kulit. Setelah memeriksa mereka seorang demi seorang, ia menyuruh pegawainya 
memenggal kepala mereka. Ketika sampai pada gilirannya, Imam Syafi‘i berusaha memberikan 
penjelasan kepada Khalifah. Dengan kecerdasan dan ketenangannya serta pembelaan dari 
Muhammad bin al-Hasan -ahli fiqh  Irak-, beliau berhasil meyakinkan Khalifah tentang 
ketidakbenaran apa yang dituduhkan kepadanya. Akhirnya beliau meninggalkan majlis 
Harun ar-Rasyid dalam keadaan bersih dari tuduhan bersekongkol dengan ‘Alawiyah dan 
mendapatkan kesempatan untuk tinggal di Baghdad.

Di Baghdad, beliau kembali pada kegiatan asalnya, mencari ilmu. Beliau meneliti dan 
mendalami madzhab Ahlu Ra’yu (ahli pemikir/ilmuan). Untuk itu beliau berguru dengan 
mulazamah kepada Muhammad bin al-Hassan. Selain itu, kepada Isma‘il bin ‘Ulayyah dan 
Abdul Wahhab ats-Tsaqafiy dan lain-lain. Setelah meraih ilmu dari para ulama Irak itu, 
beliau kembali ke Mekkah pada saat namanya mulai dikenal. Maka mulailah ia mengajar 
di tempat dahulu ia belajar. Ketika musim haji tiba, ribuan jamaah haji berdatangan ke 
Mekkah. Mereka yang telah mendengar nama beliau dan ilmunya yang mengagumkan, 
bersemangat mengikuti pengajarannya sampai akhirnya nama beliau makin dikenal luas. 
Salah satu di antara mereka adalah Imam Ahmad bin Hanbal. 

Ketika kamasyhurannya sampai ke kota Baghdad, Imam Abdurrahman bin Mahdi mengirim 
surat kepada Imam Syafi‘i memintanya untuk menulis sebuah kitab yang berisi khabar-khabar 
yang maqbul (diterima), penjelasan tentang nasikh dan mansukh (ayat yang membatal/
menggantikan hukum terdahulu) dari ayat-ayat Alquran dan lain-lain. Maka beliau pun 
menulis kitabnya yang terkenal, Ar-Risalah.

Setelah lebih dari 9 tahun mengajar di Mekkah, beliau kembali melakukan perjalanan ke Iraq 
untuk kedua kalinya dalam rangka menolong madzhab Ash-habul Hadits di sana. Beliau 
mendapat sambutan meriah di Baghdad karena para ulama besar di sana telah menyebut-nyebut 
namanya. Dengan kedatangannya, kelompok Ash-habul Hadits merasa mendapat angin segar 
kerana sebelumnya mereka merasa didominasi oleh Ahlu Ra’yi. Sampai-sampai dikatakan bahawa 
ketika beliau datang ke Baghdad, di Masjid Jami ‘ al-Gharbi terdapat sekitar 20 halaqah 
Ahlu Ra ‘yu (ahli pemikir/ilmuan). Tetapi ketika hari Jumat tiba, yang tersisa hanya 2 
atau 3 halaqah saja. 

Beliau menetap di Irak selama dua tahun, kemudian pada tahun 197 beliau balik ke Mekkah. 
Di sana beliau mulai menyebar madzhabnya sendiri. Maka datanglah para penuntut ilmu 
kepadanya meneguk dari lautan ilmunya. Tetapi beliau hanya berada setahun di Mekkah.

Tahun 198, beliau berangkat lagi ke Iraq. Namun, beliau hanya beberapa bulan saja di sana 
kerana telah terjadi perubahan politik. Khalifah al-Makmun telah dikuasai oleh para ulama 
ahli kalam, dan terjebak dalam pembahasan-pembahasan tentang ilmu kalam. Sementara 
Imam Syafi‘i adalah orang yang paham betul tentang ilmu kalam (ilmu logik berkaitan 
ketuhanan). Beliau tahu bagaimana pertentangan ilmu ini dengan manhaj as-salaf ash-shaleh –
yang selama ini dipegangnya- di dalam memahami masalah-masalah syariat. Hal itu karena 
orang-orang ahli kalam menjadikan akal sebagai patokan utama dalam menghadapi setiap 
masalah, menjadikannya rujukan dalam memahami syariat padahal mereka tahu bahwa akal 
juga memiliki keterbatasan-keterbatasan. Beliau tahu betul kebencian meraka kepada ulama a
hlu hadits. Karena itulah beliau menolak madzhab mereka.

Dan begitulah kenyataannya. Provokasi mereka membuat Khalifah mendatangkan banyak 
musibah kepada para ulama ahlu hadits. Salah satunya adalah yang dikenal sebagai Yaumul 
Mihnah, ketika dia mengumpulkan para ulama untuk menguji dan memaksa mereka menerima 
faham Alquran itu makhluk. Akibatnya, banyak ulama yang masuk penjara, bila tidak dibunuh. 
Salah satu di antaranya adalah Imam Ahmad bin Hanbal. Karena perubahan itulah, Imam Syafi‘i 
kemudian memutuskan pergi ke Mesir. Sebenarnya hati kecilnya menolak pergi ke sana, tetapi 
akhirnya ia menyerahkan dirinya kepada kehendak Allah. Di Mesir, beliau mendapat sambutan 
masyarakatnya. Di sana beliau berdakwah, menebar ilmunya, dan menulis sejumlah kitab, 
termasuk merevisi kitabnya ar-Risalah, sampai akhirnya beliau menemui akhir kehidupannya 
di sana.

Keteguhannya Membela Sunnah

Sebagai seorang yang mengikuti manhaj Ash-habul Hadits, beliau dalam menetapkan suatu 
masalah terutama masalah aqidah selalu menjadikan Alquran dan Sunnah Nabi sebagai landasan 
dan sumber hukumnya. Beliau selalu menyebutkan dalil-dalil dari keduanya dan menjadikannya 
hujjah dalam menghadapi penentangnya, terutama dari kalangan ahli kalam. Beliau berkata, 
“Jika kalian telah mendapatkan Sunnah Nabi, maka ikutilah dan janganlah kalian berpaling 
mengambil pendapat yang lain.” Karena komitmennya mengikuti sunnah dan membelanya itu, 
beliau mendapat gelar Nashir as-Sunnah wa al-Hadits. 

Terdapat banyak atsar (kata-kata sahabat) tentang ketidaksukaan beliau kepada Ahli Ilmu 
Kalam, mengingat perbedaan manhaj beliau dengan mereka. Beliau berkata, “Setiap orang 
yang berbicara (mutakallim) dengan bersumber dari Alquran dan sunnah, maka ucapannya 
adalah benar, tetapi jika dari selain keduanya, maka ucapannya hanyalah igauan belaka.” 
Imam Ahmad berkata, “Bagi Syafi‘i jika telah yakin dengan keshahihan sebuah hadits, maka 
dia akan menyampaikannya. Dan prilaku yang terbaik adalah dia tidak tertarik sama sekali 
dengan ilmu kalam, dan lebih tertarik kepada fiqih.” Imam Syafi ‘i berkata, “Tidak ada yang
 lebih aku benci daripada ilmu kalam dan ahlinya” Al-Mazani berkata, “Merupakan madzhab 
Imam Syafi‘i membenci kesibukan dalam ilmu kalam. Beliau melarang kami sibuk dalam ilmu 
kalam.” 

Ketidaksukaan beliau sampai pada tingkat memberi fatwa bahwa hukum bagi ahli ilmu kalam 
adalah dipukul dengan pelepah kurma, lalu dinaikkan ke atas punggung unta dan digiring 
berkeliling di antara kabilah-kabilah dengan mengumumkan bahwa itu adalah hukuman bagi 
orang yang meninggalkan Alquran dan Sunnah dan memilih ilmu kalam.

Wafatnya


Karena kesibukannya berdakwah dan menebar ilmu, beliau menderita 
penyakit bawasir yang selalu mengeluarkan darah. Makin lama 
penyakitnya itu bertambah parah hingga akhirnya beliau wafat kerananya. 
Beliau wafat pada malam Jumat setelah shalat Isya’ hari terakhir bulan 
Rajab permulaan tahun 204 dalam usia 54 tahun. Semoga Allah 
memberikan kepadanya rahmat-Nya yang luas.

Ar-Rabi menyampaikan bahwa dia bermimpi melihat Imam Syafi‘i, 
sesudah wafatnya. Dia berkata kepada beliau, “Apa yang telah 
diperbuat Allah kepadamu, wahai Abu Abdillah ?” Beliau menjawab, 
“Allah mendudukkan aku di atas sebuah kursi emas dan menaburkan 
pada diriku mutiara-mutiara yang halus”

Karangan-Karangan dan Karyanya

Sekalipun beliau hanya hidup selama setengah abad dan kesibukannya melakukan perjalanan 
jauh untuk mencari ilmu, hal itu tidaklah menghalanginya untuk menulis banyak kitab. 
Jumlahnya menurut Ibnu Zulaq mencapai 200 bagian, sedangkan menurut al-Marwaziy 
mencapai 113 kitab tentang tafsir, fiqih, adab dan lain-lain. Yaqut al-Hamawi mengatakan 
jumlahnya mencapai 174 kitab yang judul-judulnya disebutkan oleh Ibnu an-Nadim dalam 
al-Fahrasat. Yang paling terkenal di antara kitab-kitabnya adalah al-Umm, yang terdiri dari 
4 jilid berisi 128 masalah, dan ar-Risalah al-Jadidah (yang telah direvisinya) mengenai 
Alquran dan As-Sunnah serta kedudukannya dalam syariat.

Pandangan Ulama kepada beliau

Tambah kapsyen
Antara pujian atau pandangan ulamak-ulamak lain kepada Imam Syafie ialah :

Imam Malik bekas gurunya pernah berkata : “Tidak ada lagi keturunan Quraisy yang lebih 
pandai daripada Imam Syafie”

Imam Ahmad Bin Hambal berkata : “Wahai anakku, Imam Syafie itu seperti matahari bagi 
dunia dan seperti kesihatan bagi tubuh.”.Beliau juga berkata : “Saya belum faham mengenai 
ilmu hadis kecuali selepas belajar dengan Imam Syafie”.Kata Imam Ahmad lagi : “setiap 
ahli hadis yang memegang tinta adalah terhutang budi kepada Imam Syafie”

Imam Muhammad al-Hakam berkata : “Saya belum berjumpa seorang yang lebih mengetahui, 
cerdik akalnya,lebih cerdas fikirannya, lebih cermat amalannya,lebih fasih lidahnya daripada 
Imam Syafie”.Beliau berkata lagi : “Saya belum berjumpa seorang yang lebih mengetahui 
berkenaan usul Fiqah selain dari Imam Syafie”

Menyelusuri perjalanan hidup dan proses pembelajaran Imam Syafie amat menarik sekali.
Ayah beliau meninggal sewaktu Imam Syafie masih kecil, ada riwayat yang mengatakan 
sewaktu beliau masih dalam kandungan ibunya lagi.Gurunya yang pertama secara tidak 
formal ialah ibunya sendiri.Ibunya megajar beliau mengenal huruf dan mengaji al-Quran.
Setelah berumur 9 tahun beliau sudah dapat menghafal Al-Quran.

Bila ibunya membawa Imam Syafie untuk berguru dengan Imam Ismail Kustantani, seorang 
guru ilmu Al-Quran yang terkenal waktu itu, Imam Ismail pada mulanya menolak kerana 
Imam Syafie baru berusia 9 tahun sedangkan dia hanya menerima orang menjadi muridnya 
setelah berumur 12 tahun.Namun setelah dia menguji hafalan dan ingatan Imam Syafie 
tentang Al-Quraan, beliau amat tertarik dengan daya ingatan dan suara Imam Syafie yang 
merdu lalu terus mengambil Imam Syafie menjadi muridnya.Apabila Imam Ismail ada urusan 
lain, Imam Syafie pula disuruh menggantikan tempatnya mengajar disitu!

Imam Syafie juga amat meminati syair dan puisi, beliau pernah berguru dengan Mas’ab bin 
Zubair seorang penyair terkenal.Dalam masa 3 bulan saja, Imam syafie mampu menghafal 
10,000 rangkap syair kaum Bani Huzail.Pernah suatu kali Imam Syafie memasuki pertandingan 
syair atas desakan kawan-kawannya, lalu mengalahkan gurunya Mas'ab pula.

Imam Syafie berguru pula dengan Imam Sufian Ainiah dalam ilmu hadis sehingga menjadi 
pakar dalam bidang hadis dan diberi kepercayaan oleh gurunya untuk mengajar
 menggantikannya sewaktu ketiadaannya.

Selepas itu Imam Syafie berguru pula dengan Imam Muslim al-Zanji dalam bidang Feqah pula.
Akhirnya dia diakui oleh gurunya dan dibenarkan mengajar serta memberikan fatwa pula.Namun 
Imam Syafie masih merasakan kurang ilmunya lalu dalam diam beliau mula membaca dan 
menghafal Kitab Muwatta’ yang dikarang oleh Imam Malik bin Anas pula.

Imam Syafie juga pernah belajar ilmu peperangan dan bermain senjata dengan gurunya iaitu 
Amiruddin, seorang bekas tentera.Selepas itu Imam Syafie terkenal sebagai seorang pemanah 
yang handal.

Imam Syafie pernah mengembara ke Madinah yang mengambil masa selama 8 hari dengan 
menaiki unta sambil sempat mengkhatamkan Al-Quran sebanyak 16 kali untuk menemui dan 
berguru dengan Imam Malik yang ketika itu menjawat jawatan Mufti Kota Madinah.Imam 
Syafie belajar dari Imam Malik selama 8 bulan.

Selepas itu Imam Syafie merantau pula ke Iraq untuk belajar dengan anak murid Imam Hanafi 
iaitu Imam Muhamad al-Hassan dan Imam Abu Yusof.Beliau telah menghafal Kitab al-Awsat 
karangan Imam Hanafi dalam masa 3 hari saja telah mengejutkan kedua orang gurunya itu 
kerana biasanya murid-murid mereka yang lain mengambil masa paling kurang 1 tahun untuk 
menghafalnya.

Imam Syafie juga belajar ilmu firasat dengan Maulana Arif di Yaman.Di Yaman beliau 
berkahwin dengan wanita bernama Hamidah dari keturunan Khalifah Uthman Bin Affan.
Mereka dikurniakan 3 orang anak.

Semasa di Najran, Imam Syafie difitnah oleh Gabenor as-Saud iaitu Gabenor Najran kononnya 
Imam Syafie sedang menghasut rakyat untuk memusuhi dan menjatuhi kerajaan Bani Abbasiyah 
yang diperintah oleh Khalifah Harun ar-Rashid. Akibat dari fitnah tersebut Imam Syafie dan 
anak muridnya telah ditangkap, tangan dan kaki mereka dirantai .Mereka juga dipaksa 
berjalan kaki dari Najran ke Kota Kufah.

Walau bagaimanapun dengan izin Allah swt Imam Syafie terlepas dari hukuman oleh Khalifah 
dan orang yang memfitnah mendapat hukuman yang setimpal.Diantara ayat Al-Quran yang 
dibacakan oleh Imam Syafie, yang membuatkan hati dan jiwa raga Khalifah Harun ar-Rashid 
terpesona ialah Firman Allah swt dari Surah al-Hujurat, ayat 6 yang bermaksud : “ Hai orang 
yang beriman, sekiranya datang kepadamu orang fasiq yang membawa suatu berita,periksalah 
dengan teliti supaya kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa
 mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”

Itulah diantara liku-liku perjalanan yang ditempuh oleh Imam Syafie dalam menuntut ilmu.
Banyak lagi guru dan tempat beliau belajar yang tidak dinyatakan disini. Beliau sangat menyintai
ilmu.Pernah suatu masa Imam Malik memuji beliau dengan berkata : “Sekiranya ada orang yang 
bahagia kerana ilmunya, inilah orangnya!” sambil merujuk kepada Imam Syafie.Berkaitan dengan 
kegunaan ilmu pula Imam Syafie pernah berkata : “Sesiapa yang mempelajari Quran, besar harga 
dirinya. Siapa yang mempelajari hadis, tinggi martabatnya.Siapa yang mempelajari bahasa,lembut 
hatinya.Siapa yang mempelajari ilmu hisab, tajam pandangannya dan siapa yang tidak memelihara 
dirinya, tidak bererti ilmunya”. Oleh kerana kecintaan beliau yang begitu mendalam terhadap ilmu,
jadi tidak hairanlah jika Imam Syafie telah menulis 142 buah kitab semasa hayatnya.


Makam Imam Syafie Rahimahumullah
Imam Syafie meninggal dunia selepas waktu isyak, malam jumaat 28 Rejab tahun 204 Hijrah 
(tahun 820 M) di rumah Abdullah bin Hakam sewaktu berumur 54 tahun di bumi Mesir. Jenazahnya 
dikebumikan di tanah perkuburan Bani Zaharah.

Semasa Abu Ali al-Hasan menjadi perdana menteri Iraq, beliau telah mengarahkan ketua tentera 
Mesir Badr bin Abdullah menggali dan memindahkan kubur Imam Syafie ke Baghdad.Setelah digali 
mereka menemui batu bata yang tersusun membentengi liang lahad Imam Syafie.Selepas mereka 
memecahkan batu-bata itu, mereka amat terkejut kerana tercium bau yang sangat harum dari 
dalam liang lahad itu malah ada beberapa orang dari mereka yang pengsan.Bila perkara ini 
diketahui oleh perdana menteri Iraq itu, maka beliau pun membatalkan terus usaha memindahkan 
kubur itu.Pada tahun 608 Hijrah, sebuah Kubah telah dibina .Tidak lama kemudian sebuah masjid 
didirikan disitu dengan nama Masjid Imam Syafie.Makam Ulama hebat ini terus dikunjungi orang 
ramai hingga kini.

Antara kata-kata menarik Imam Syafie :

1.Tuntutlah ilmu sebanyak mungkin kerana ia dapat menjaga dan membuat kamu cemerlang 
di dunia dan akhirat.Ia juga amalan para Nabi, Rasul dan orang soleh.

2.Marah adalah salah satu antara panah-panah syaitan yang mengandungi racun.Oleh itu hindari 
ia supaya kamu dapat menewaskan syaitan dan bala tenteranya.

3.Hati adalah Raja dalam diri.Oleh itu, lurus dan betulkan ia supaya empayar kerajaan dirimu
 tegak di atas al-haq yang tidak disertai oleh iringan-iringan pasukan kebathilan.

*[ Artikel diatas saya sunting dari buku : Imam Syafie Pejuang Kebenaran; ditulis oleh Abdul 
latip Talib ]

10 wasiat Imam Syafie untuk renungan kita bersama :

Sebelum Imam Shafie meninggal dunia, beliau sempat mengajak sahabat-sahabatnya agar 
membuat perubahan jiwa ke arah yang lebih baik. Beliau menyebut bahawa barangsiapa 
yang ingin meninggalkan dunia dalam keadaan selamat, maka lakukanlah 10 perkara:

1. Hak kepada diri, iaitu dengan mengurangkan tidur, mengurangkan makan, mengurangkan 
percakapan dan berpada-pada dengan rezeki yang ada.

2. Hak kepada Malaikat maut, iaitu menqada’kan segala kewajipan yang tertinggal, iaitu 
dengan memohon maaf daripada orang yang dizalimi, membuat persiapan untuk mati dan
merasa cinta kepada Allah s.w.t.

3. Hak kepada kubur iaitu membuang tabiat suka menabur fitnah, jangan suka kencing merata, 
memperbanyakkan solat tahajjud dan membantu orang yang dizalimi.

4. Hak kepada Malaikat Mungkar dan Nakir, iaitu jangan berkata dusta, sering berkata benar, 
meninggalkan maksiat dan memberi nasihat.

5. Hak kepada Mizan, iaitu menahan kemarahan, banyakkan berzikir, ikhlas dalam amalan dan 
sanggup menanggung kesulitan.

6. Hak kepada titian sirat, iaitu buang tabiat suka mengumpat, wara’, bantu orang beriman dan 
hidup dalam suasana berjamaah.

7. Hak kepada Malaikat Malik, iaitu menangis lantaran takutkan kepada Allah s.w.t., 
membanyakkan sedekah, membuat kebaikan kepada ibubapa dan memperbaiki akhlak.

8. Hak kepada Malaikat Ridwan, penjaga syurga, iaitu redha kepada qada’ Allah s.w.t., sabar 
menerima bala’ dan bertaubat.

9. Hak kepada Rasulullah s.a.w., iaitu dengan sering bersalawat kepada baginda, berpegang 
kepada sunnahnya dan bersaing mencari kelebihan dalam beribadah.

10. Hak kepada Allah, iaitu mengajak manusia kepada kebaikan, mencegah manusia daripada 
melakukan kemungkaran, bencikan kepada sebarang maksiat dan tidak melakukan kejahatan.

http://roslibz.blogspot.my/2013/03/riwayat-hidup-imam-syafie.html