Isnin, 21 Ogos 2017

۞اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ۞

Ketika detik ajal Rasulullah ﷺ semakin hampir, baginda mengumpulkan kami di rumah Sayyidatina Aisyah. Kemudian baginda memandang kami sambil berlinangan air matanya lalu bersabda:

"Marhaban Bikum, semoga Allah memanjangkan umur kamu semua, semoga Allah menyayangi, menolong dan memberi petunjuk kepada kamu. Aku berwasiat kepada kamu, agar bertakwa kepada Allah. Sesungguhnya aku adalah pemberi ingatan untuk kamu. Janganlah kamu berlaku sombong terhadap Allah". [Ibnu Mas'ud رضى الله عنه]

Ahad, 6 Ogos 2017

KELEBIHAN ZIKIR LAILAHAILLALLAH MUHAMMADARRASULULLAH

Waktu Solat Dot Net
1- Kalimah LAILAHAILLALLAH -Adalah merupakan harga Syurga.

Di mana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda di dalam beberapa sabda baginda..
Antaranya ialah: "dari Ubadah Bin ash Shaamiti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda yang bermaksud : Barangsiapa bersaksi mengatakan Lailahaillah Muhammadarrasulullah..
Tiada Tuhan Yang Disembah Melainkan ALLAH.. dan Nabi Muhammad itu adalah pesuruh ALLAH,
maka ALLAH Subhanahu wa Ta'ala akan mengharamkan neraka baginya.."

"Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda Dalam sebuah hadis qudsi ALLAh Subhanahu wa Ta'ala berfirman :"LAILAHAILLAH" adalah kalamku..Akulah yang kehendaki pada kalimah ALLAH..barangsiapa yang berkata kalimah ini berarti ia telah masuk ke kotaku..Dan Barangsiapa yang masuk ke kotaku..maka selamatlah ia dari siksaku."

️2- Kalimah LAILAHAILLALLAH -Adalah memastikan keampunan.
️3- Kalimah LAILAHAILLALLAH -Adalah merupakan kebaikan yang terbaik.
️4- Kalimah LAILAHAILLALLAH -Adalah penghapus dosa dan segala kesalahan.

"Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda yang bermaksud..
Barangsiapa yang berkata LAA ILAAHA IllALLAHU.. dan memanjangkan sebutannya (pada huruf mad) kata ulamak pada "LAA" yang berada di awal, nescaya ALLAH Subhanahu wa Ta'ala akan meruntuhkan 4000 dosa besar yang telah dia perbuat...Para sahabat bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ..
Bagaimana jika ia tiada dosa besar..maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda..
ALLAH Subhanahu wa Ta'ala akan mengampunkan dosa keluarganya dan jiran-jirannya..."

️5- Kalimah LAILAHAILLALLAH -Adalah sebagai memperbaharui iman yang pudar.
️6- Kalimah LAILAHAILLALLAH -Adalah pengangkat hijab sampai kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala .
️7- Kalimah LAILAHAILLALLAH -Adalah zikir yang paling afdhal.

️8- Kalimah LAILAHAILLALLAH -Adalah pendinding daripada syaitan -
️9- Kalimah LAILAHAILLALLAH - Adalah penyelamat daripada neraka.
️10- Kalimah LAILAHAILLALLAH - Adalah penolong.

"Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda :
"Barangsiapa yang membaca LAA ILAHAIlLLAH" maka ia akan dapat menolak bala sebanyak 99 bala
dan dapat menghilangkan segala kegundahan dan kesedihan yang dialaminya.."

"Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda..barangsiapa yang berkata
kalimah LAILAHAILLAH MUHAMMADARRASULULLAH...
sebanyak 100 kali..maka tatkala ia datang di hari kiamat dengan wajahnya seperti bulan purnama.."

"HADITS QUDSI"

ABU YAZID AL BUSTHAMI & BERBAGAI KISAH HIKMAH

Beliau mempunyai nama lengkap Abu Yazid Thaifur bin Isa, beliau dilahirkan di Bustham Khurasan pada tahun 188 Hijriyah dan beliau lebih dikenal dengan nama Abu Yazid Al Busthami. Beliau wafat di Bustham pada tahun 261.

Abu Yazid dikenal sebagai anak saleh dalam lingkungan keluarga yang taat beragama. Ibunya dengan tekun membimbing dan megirimnya untuk belajar agama ke masjid. Setelah dewasa beliau melanjutkan belajar agama ke berbagai daerah untuk berguru kepada ulama-ulama terkenal seperti Abu Ati dari Sind.

Kehidupannya sebagai seorang sufi ditempuh dalam perjalanan yang cukup panjang, kira-kira dalam waktu 30 tahun beliau berkelana menyusuri padang pasir, hidup dengan zuhud, makan serba sedikit, tidur yang tidak begitu banyak. Dari kezuhudannya itu beliau dapat mendekatkan diri kepada Allah dan memperoleh ma’rifat yang hakiki untuk dapat mengenal Allah.

Saling Menyayangi

Pada suatu hari Abu Yazid Al Bustami berjalan bersama rombongan muridnya di sebuah jalan yang sempit. Tiba-tiba ada seekor anjing berjalan kearah yang berlawanan. Ketika berpapasan, Abu Yazid Al Bustami berhenti untuk memberi jalan kepada anjing tersebut.

Kerana itu, seorang murid Abu Yazid Al Bustami berkata, “Allah telah memuliakan manusia di atas semua makhluk. Dan Abu Yazid adalah rajanya ilmu pengetahuan, tetapi dengan segala keutamaan pribadi bersama murid-muridnya, dia memberi jalan kepada anjing. Bagaimana itu bisa terjadi?”

“Sekalipun tampak diam, anjing itu memohon kepadaku, hai anak muda,” Kata Abu Yazid pada muridnya. “Dia bertanya tentang kesalahan yang telah dia lakukan dan kebaikan apa yang telah aku lakukan sehingga dia memakai pakaian kulit sebagai anjing sedangkan aku diberi pakaian hormat sebagai raja pengetahuan. Itulah ucapan yang berhasil kutangkap sehingga aku memberi jalan kepadanya. Ya, tak ubahnya sikap saling menyayangi terhadap ciptaan-Nya yang juga berarti menyayangi Dia.”

Takut Mengotori Masjid

Setiap kali sampai di depan masjid, Abu Yazid Al Bustami berdiri sebentar, kemudian menangis.
“Mengapa engkau menangis, hai Abu Yazid,?” Tanya seseorang suatu ketika.
Aku merasa diriku seperti seorang wanita yang sedang haid sehingga aku malu memasuki masjid kerana takut mengotori,” Jawab Abu Yazid Al Bustami.

Jangan Sombong

Suatu ketika ketika Abu Yazid Al Bustami sedang duduk, di benaknya terlintas pemikiran bahwa dirinya adalah seorang besar, seorang wali pada zamannya. Tak lama kemudian dia sadar bahwa dirinya telah melakukan dosa besar. Dia segera bangkit dan pergi ke Khurosan. Sesampainya di sana dia menginap di sebuah tempat. Dia bersumpah bahwa dia tidak akan meninggalkan Khurosan sebelum Allah mengirimkan seseorang untuk mengingatkan dirinya yang alpa.

Tiga hari tiga malam Abu Yazid Al Bustami tinggal di tempat itu. Pada hari keempat dia melihat seorang dia melihat seseorang bermata satu menunggangi unta dan mendekatinya. Setelah orang tersebut mendekat, Abu Yazid Al Bustami melihat tanda-tanda ketakwaannya. Abu Yazid melambaikan tangan kepada unta tersebut agar berhenti.

Setelah unta tersebut berhenti, orang tersebut berkata kepada Abu Yazid, “Kamu membawaku ke sini untuk membuka pintu yang terkunci dan menenggelamkan warga Bustam bersama Abu Yazid, benarkah begitu?

Abu Yazid terperanjat mendengar kata-kata lelaki itu. Ia lalu bertanya, “Dari mana asalmu?”

“Tak perlu kau tahu dari mana aku. Kukatakan kepadamu bahawa sejak engkau mengucapkan sumpah di tanah Khurosan ini, aku telah menghadiri tiga ribu perkumpulan. Hati-hatilah wahai Abu Yazid. Jagalah hatimu. Tak ada yang berhak sombong di muka bumi ini kecuali Pencipta jagad raya ini, Allah.”
Setelah berkata begitu, orang bermata satu itu membangunkan untanya untuk kemudian segera pergi.

Lupa Nama Baru

Hampir setiap hari Abu Yazid Al Bustami begitu asyik dengan Tuhan. Keasyikan itu membuat dia sering lupa ketika memanggil nama seorang muridnya yang telah belajar padanya selama tiga puluh tahun.
“Anakku siapakah namamu?” tanya Abu Yazid kepada murid tersebut.
“Engkau suka mengolok-olokku, Guru,” kata sang murid. “Sudah tiga puluh tahun aku belajar kepadamu tetapi hampir setiap hari engkau menanyakan namaku.”

“Bukan aku mengolok-olokmu, Anakku,” kata Abu Yazid Al Bustami. “Tetapi nama-Nya telah memasuki hatiku dan mengeluarkan semua nama lain sehingga aku selalu lupa setiap kali mengingat nama baru.”

Tugas Manusia Sejati

Suatu hari ada seorang berkata kepada Abu Yazid Al Busthami.
“Wahai Abu Yazid, engkau bisa berjalan di atas air.”
“Sebatang pohon juga bisa jalan di atas air,” Balas Abu Yazid Al Busthami
“Engkau melakukan perjalanan ke Ka’bah dalam satu malam,” ujar orang itu lagi.
“Seorang tukang sulap juga bisa pergi dari India ke Demavand dalam waktu satu malam, “ Kata Abu Yazid Al Busthami.
“Lalu apakah tugas manusia sejati yang sebenarnya?” Tanya orang tersebut.
Manusia sejati hanya menggantungkan hatinya kepada Allah. Lainnya tidak, “ Jawab Abu Yazid Al Busthami.

Sumber:
http://cahayamukmin.blogspot.my/2009/02/abu-yazid-al-busthami-berbagai-kisah.html
Hikmah di balik Kisah: Kumpulan Cerita Shufi. Disusun oleh: Wawie Am-Drs. Abd. Mutholib Ilyas. Penerbit: CV Putra Karya

Rahasia Kehidupan Orang Sufi: Memahami Ajaran Thoriqot dan Tasahawuf. Disusun oleh: Ust. Labib MZ. Penerbit: Bintang Usaha Jaya.

RIWAYAT HIDUP DAN KAROMAH TAJUL ‘ARIFIN SYEIKH BAHAUDDIN AL-HUSAINI AL-BUKHARI PENDIRI TARIQAH NAQSYABANDIAH (QADASALLAHHU-SIRR)

(Kisah para Aulia’ dan para Syeikh adalah sangat elok dibaca oleh khususnya kepada murid-murid yang menjalani tariqah agar menjadi petunjuk dan tauladan bagi mereka yang berada di jalan tariqah dan secara amnya kepada muslimin dan muslimat kerana dalam hadits ada menyebutkan yang bermaksud : “Mengingati para Wali menjadi sebab turunnya rahmat” )

Syeikh Muhamad Bahauddin Syah Naqsyabandi, pemimpin/pengasas Tariqah Naqsyabandiah dan seorang tokoh Tasawuf terkenal, dilahirkan pada tahun 717 H di sebuah desa, bernama Qashrul ‘Arifan (Istana orang arifin) kurang lebih 4 km dari Bukhara, Soviet (Rusia) sekarang ini Uzbekistan. Bukhara adalah tempat kelahiran Imam Bukhari.

Dia mengambil tariqat dari Syeikh Muhammad Baba As-Samasi, kemudian Syed Amir Kulal.

“Naqsyabandi” di hujung namanya, menurut Syeikh Najmudin Amin Al-Kurdi dalam kitabnya “Tanwirul Qulub”,berasal dari dua buah kata bahasa Arab yakni “naqsyun” dan “band”.

“Naqsyun” ertinya “ukiran atau gambar yang tertera melekat kuat, bersatu pada sebuah bendera besar”.

Dinamakan demikian, kerana Syeikh Muhamad Bahauddin pengasas tariqat itu sentiasa berzikir mengingat Allah, sehingga lafaz jalalah “Allah” itu terukir dan terpatri dalam kalbunya.

Selanjutnya Syeikh Amin Al-Kurdi menerangkan bahawa beliau pernah mendengar keterangan dari beberapa orang khalifah Naqsyabandiah, bahawa Rasulullah SAW pernah meletakkan telapak tangannya yang mulia itu ke jantung hati Syeikh Bahauddin ketika sedang muraqabah, sehingga berbekas, terukir dalam kalbunya.

Peristiwa itu terjadi tentu saja secara rohaniah (karomah), kerana keduanya hidup pada zaman yang berbeza.Rasulullah SAW hidup pada abad ke 6 dan ke 7, sedangkan Syeikh Bahauddin hidup pada 1314-1388 M atau abad ke 14.

Syeikh Bahauddin menerangkan kisahnya sebagai berikut (Kitab Jami’ul Karamatil Aulia’, juz 1 hl 240): Tatkala Syeikh Muhammad Baba As-Samasi meninggal dunia, aku dibawa nenekku (datuk) ke Samarkand, dan disitu aku dipertemukannya, dengan seorang alim lagi soleh, meminta restu semoga aku didoakannya.Keberkatan mereka itu,Alhamdulillah sudahku peroleh. Kemudian aku dibawanya ke Bukhara dan mengahwinkan aku dengan seorang wanita.Tetapi aku tetap bermukim di Qasrul ‘Arifan.

Pada suatu ketika, dengan inayah Allah, aku mendapat kiriman sebuah kopiah kerajaan yang biasa dipakai oleh pejabat-pejabat (pegawai-pegawai).

Setelah mendapat kopiah itu, keadaanku semakin baik, dan keinginanku untuk bersahabat dengan Syeikh Sayid Amir Kulal makin bergelonjak dalam kalbuku.

Aku mendapat kabar, bahawa Syeikh Muhammad Baba As-Samasi telah memesankan kepada Syeikh Sayid Amir Kulal, supaya mengajari dan mendidikku dengan baik. Syeikh Sayid Amir Kulal berjanji akan memenuhi amanah itu dengan menegaskan bahawa jika pesan itu tidak dilaksanakan, maka dia bukanlah seorang jantan(lelaki). Dan ternyata janjinya itu dipenuhi.

Asal mulanya aku sedar dan bertaubat, ialah ketika pada suatu hari aku bersama seorang teman duduk dalam ruangan khalwat (menyendiri).Tatkala aku menoleh kepadanya, dia berkata: “Kini sudah tiba saatnya anda menghadapi semua dan menunjukkan perhatian kepada kami”.

Ucapan itu terhujam sekali ke dalam lubuk jiwaku. Akupun segera meninggalkan rumah itu, lalu mandi dan mencuci pakaian di sebuah bilik mandi yang tidak jauh dari situ, dan solat dua rakaat.

Memang sejak lama aku ingin solat seperti itu, tetapi belum dapat terlaksana”.

Selanjutnya kata Syeikh Bahauddin, “Ketika aku mulai tertarik pada tariqat ini, orang bertanya kepadaku: “Bagaimana anda dapat masuk dalam tariqat ini?” Aku menjawab: “Aku melaksanakan apa yang kuucapkan dan kukehendaki”.

Orang itu berkata pula: “Memang, semua apa yang kita ucapkan, wajib dilaksanakan”.
Aku pun berkata : “Aku belum sanggup mengamalkan semuanya, tetapi jika semua ucapanku itu menjadi kenyataan, maka aku akan meletakkan dua kakiku dalam tariqat ini. Dan jika ucapan itu tidak menjadi kenyataan, maka aku tidak akan memasukinya”.

Ucapan itu diulangi-ulanginya dua kali, kemudian teman sekhalwatku itu pun pergi. Kami berpisah. Sesudah itu,aku merasa bagaikan berputus asa.

Setelah lewat 15 hari, dikatakan orang kepadaku: “Sesungguhnya apa yang anda inginkan itu, akan segera menjadi kenyataan”.

Akupun berkata: “Aku ingin tariqat, yang setiap orang memasukinya, menduduki makam (tempat atau kedudukan spiritual) untuk sampai kepada Allah”.

Pada permulaan bersuluk, pendirianku belum tetap. Aku sering mengunjungi kubuan dalam kota Bukhara. Pada suatu malam aku menziarahi kuburan Syeikh Muhammad Wasi’.

Di sisinya kudapati sebuah lampu(pelita), yang minyaknya hampir habis. Sumbunya panjang, harus digoyang-goyang supaya rata kena minyak dan sinarnya terang. Dalam pada itu datang isyarat kepadaku, supaya aku menziarahi kuburan Syeikh Ahmad Al-Ajfariuli.

Tatkala aku sampai disitu, kudapati lampu(pelita) seperti yang ada dikubur Syeikh Muhammad Wasi’ tadi. Tiba-tiba dua orang yang tidak dikenali mendatangiku dan menyelipkan dua bilah pedang ke 
pinggangku, menaikkanku ke atas belakang seekor himar, kemudian membawaku ke kuburan Syeikh Muzdaakhan. Di situ pun aku melihat lampu(pelita) seperti yang ada di dua kuburan sebelumnya.

Aku pun turun, mengambil posisi duduk menghadap kiblat. Waktu itu aku merasa berada di alam ghaib.Tiba-tiba dinding sebelah arah kiblat itu, terbelah dan bersamaan dengan itu muncul sebuah tempat duduk berbentuk mimbar. Di atasnya nampak duduk seorang laki-laki yang tampan dan berperawakan(berpewatakan) tegap, di depannya terdapat tabir.

Di sekitar mimbar itu hadir sejumlah Jemaah, antaranya Syeikh Muhammad Baba As-Samasi.

Aku bertanya dalam hati, siapakah orang ini dan siapa pula yang ada di sekelilingnya?

Seorang di antara mereka menjelaskan: “ Adapun orang yang berperawakan(berpewatakan) tegap itu adalah Syeikh Abdul Khaliq Al-Fajduwani, dan yang mengelilinginya itu adalah khalifah-khalifahnya”.

Diisyaratkannya kepadaku, dengan menyatakan: “Ini Syeikh Ahmad Shadiq, ini Syeikh Aulia Al-Kabir, ini Syeikh ‘Arif Ar-Riukari, ini Syeikh Mahmud Al-Anjiri (Al-Faghnawi) Naquli, dan ini “Syeikh Ali Ar-Ramitani”.

Dan tatkala sampai kepada Syeikh Muhammad Baba As-Samasi, orang itu berkata: “Dia sudah memberi sebuah kopiah kepadamu, kenalkah anda kepadanya?”
“Kenal”,jawabku.
Kenanganku kembali ingat kepada kisah kopiah,yang sudah kulupakan sejak lama.

Kemudian orang itu melanjutkan: “ Kopiah itu kini berada dirumahmu. Berkat kopiah itu, Allah telah menyelamatkanmu dari cubaan besar”.

Sejurus kemudian, para Jemaah yang hadir pun menujukan perkataanya kepadaku: “Nah, sekarang dengar baik-baik. Syeikh Al-Kabir akan membacakan sesuatu kepadamu, dalam rangka perjalananmu melalui tariqat yang benar ini, hal mana sebelumnya tidak anda perlukan”.

Aku bermohon supaya dapat bersalaman dengan dia. Permintaanku itu dipenuhi. Mereka pun menyingkapkan tabir yang ada di depannya, dan aku pun bersalamanlah dengan dia.

Syeikh itu pun menjelaskan kepadaku tentang selok-belok suluk, dari awal sampai akhirnya, hingga mengatakan: “Adapun lampu-lampu yang anda lihat tadi, dalam keadaan demikian, ialah berita gembira dan isyarat untukmu bahawa anda masih siap menerima tariqat ini. Menggerak-gerakkan sumbu lampu itu supaya minyaknya rata membasahinya dan cahanya menyala terang, adalah merupakan isyarat bahawa beberapa rahsia akan tersingkap bagimu.

Maka laksanakanlah apa yang anda ingini, nescaya maksudmu akan tercapai.Teguhkan pendirian, tetap istiqamah memegang syari’at yang suci dalam berbagai segi dan aspek kehidupan, giat menyuruh berbuat baik dan mencegah berbuat mungkar, beramallah dengan azimah(cita-cita yang tinggi serta kesungguhan), jauhi yang rukhsah(meninggalkan keringanan atau kelonggaran dalam ibadah) dan bid’ah. Jadikan hadits-hadits Nabi SAW sebagai kiblatmu, pelajari dan telitilah riwayat hidup dan tingkah laku serta perjuangan para sahabatnya yang mulia, kemudian ajaklah orang supaya mengamalkannya dengan bersungguh-sungguh”.

Baru saja selesai mengucapkan kata-kata itu, seorang khalifahnya berkata kepadaku: “Jika ingin bukti kebenaran daripada peristiwa yang anda alami ini, maka esok jumpalah Maulana Syamsuddin Al-Anikuti. Ceritakan kepadanya, apa yang dibawa orang Turki kepada seorang tukang air, memang benar,dan anda akan membantu tukang air itu. Jika tukang air itu menyangkal, maka katakan kepadanya: “Aku mempunyai dua bukti iaitu:
1. Anda kehausan. Dia mengerti maksud kalimat itu.
2. Anda telah menggauli seorang wanita yang bukan muhrim, sampai dia hamil. Digugurkannya kandungannya dan dikuburkan di sebuah tempat di bawah sepohon kurma.

Kemudia khalifah itu melanjutkan: “Jika surat ini sudah anda sampaikan kepada Syeikh Syamsuddin maka sehari sesudah itu, ambillah tiga biji kismis(anggur kering), lalu pergilah ke Nasav, untuk berkhidmat kepada Syeikh Sayid Amir Kulal. Di tengah jalan nanti, anda bertemu seorang Syeikh, memberimu sepotong roti panas. Terimalah roti itu, dan jangan bercakap-cakap dengan dia,teruskan perjalananmu. Nanti and akan melintasi suatu kafilah. Sesudah melewatinya,seorang penunggang kuda akan mencegatmu(memintasmu). Nasihatilah dia, kerana taubatnya berada ditanganmu. Ambillah kopiah kerajaan itu dan serahkan kepada Syeikh Sayid Amir Kulal”.

Sesudah itu, goyang-goyang tubuhku, supaya aku sedar seperti semula”.

Selanjutnya Syeikh Bahauddin melanjutkan kisahnya: “ Keesokan harinya aku pun pulang ke rumahku di Ziurton, kutanyakan kepada keluargaku tentang kopiah itu. Mereka menyerahkannya kepadaku seraya menyatakan bahawa kopiah itu tetap berada di tempatnya begitu lama, dan tidak pernah diusik-usik.

Tatkala kopiah itu kulihat, hatiku bergetar,jantungku berdebar, lalu menangis dengan bercucuran air mata.

Sesudah itu aku pun pergi membawa kopiah tadi ke desa Abnikia, dekat Bukhara, masuk ke dalam masjid Syeikh Samsuddin dan solat subuh bersamanya di situ.

Surat titipan yang kubawa tadi pun kuserahkan ketangannya. Dia tercengang, hairan, dan sejurus kemudian muncul seorang tukang air. Dia menyangkal keterangan orang Turki, sebagaimana dipesankan oleh Khalifah Baba As-Samasi. Dia membantah melakukan zina. Maka kutunjukkan bukti-buktinya.

Para Jemaah masjid itu pun segera menggali kuburan janin hasil perzinaan itu. Dan ternyata benar disitulah ia dikuburkan. 

Si tukang air pun terdiam, tidak berkutik(tidak bergerak sedikit = kaku) lalu minta maaf.
Syeikh Samsuddin dan para Jemaah di masjid itu pun terharu menyaksikan peristiwa itu, lalu semuanya menangis.

Kemudian pada hari kedua, aku pun menuju ke Nasav, melalui jalan yang telah ditunjukkan dan sesampainya di situ, kuambil tiga biji kismis.

Pengalamanku itu kiranya sampai kepada Maulana, lantas beliau menyatakan: “Aku melihat kesulitan dan penderitaan yang anda hadapi. Anda sudah menempuh jalan yang berliku-liku dengan susah payah untuk sampai kepada Allah. Kesembuhan sakitmu berada di tangan kami”.

“Bangkitlah agar amanah nenekmu(datukmu) untuk mengajari dan mendidikmu itu dapat kulaksanakan supaya maksudmu tercapai”.

Maka aku pun menjawab: “Saya bukan anak kamu(anak rohani dalam perjalanan spiritual),jika tetek(susu) pendidikan dan pengajaran itu kamu masukkan kemulutku, nescaya aku tidak akan menerimanya”.

Dia pun diam,dan mengizinkanku untuk meneruskan perjalanan.
Aku pun mengenakan ikat pinggang, kusuruh dua orang mengikatnya kuat-kuat dari pangkal ke hujung. Sesudah itu aku pun pergi.

Tatkala tiba di tempat yang di sebutkan, aku bertemu dengan seorang Syeikh, ia memberiku sepotong roti panas. Roti itu ku terima tanpa bercakap sepatah pun. Aku pun berlalu, dan bertemu dengan suatu kafilah.

Mereka bertanya : “Dari manakah anakanda?”
“Dari Anbakia”,jawabku.
“Kapan anda meninggalkan Anbakia?” tanya mereka.
“ketika matahari terbit tadi pagi”,jawabku.

Waktu pembicaraan itu berlangsung,hari telah tinggi, yakni waktu dhuha.
Mereka hairan, tercengang dan berkata: “ Jarak antara desa itu dengan tempat ini lebih kurang 100km. Sedangkan kami meninggalkannya awal malam tadi”.

Baru saja aku bergerak hendak meninggalkan mereka, tiba-tiba seorang penunggang kuda yang tidak dikenali menghadang, dan ketika aku berada tepat di hadapannya, aku memberi salam.
Ia pun bertanya : “Siapakah anda?” Aku kecut melihatmu”.
“Sayalah yang taubatmu di tanganku”,jawabku.

Ia pun turun dari atas kudanya, dengan hormat dan rendah hati, kemudian menyatakan taubat. Semua minuman keras(khamar) yang dibawanya, dibuangnnya.

Kemudian aku pun meneruskan perjalanan menuju tempat Syeikh Sayid Amir Kulal. Dan setelah tiba di tempat yang dituju kuletakkan kopiah kerajaan itu di hadapannya.
Dia terdiam sejenak, kemudian bertanya: “Kopiah Azizan(kerajaan)kah ini?”.
“Benar”,jawabku singkat.
Kemudian ia pun berkata: “Nah, tiba saatnya, peliharalah sepuluh helai selubung ini”.

Barang itu pun kuterima, dan kulakukan semua perintahnya.
Kemudian ia pun mengajariku zikir Nafi-Isbat(menyebut “La Ilaha Illallah”) dalam hati, dan menyuruhku terus mengamalkannya.
Mengingat perintah supaya aku beramal dengan azimah(cita-cita tinggi serta kesungguhan), tidak mengamalkan yang rukhsah(meninggalkan keringanan dan kelonggaran dalam ibadah), maka aku pun berzikir dengan khafi(tersembunyi,tidak dikuatkan suara).

Sesudah menerima talqin zikir itu, maka aku pun bergaul dengan alim-ulama, memperdalam ilmu syari’at, mengutip hadis-hadis, mempelajari perilaku para sahabat dan mengamalkan semua yang diperintahkan.

Ternyata aku memperoleh syafa’at yang besar dan berhasil baik. Semua ucapan Syeikh Abdul Khaliq Al-Fajduwani masih terngiang-ngiang ditelingaku, dan hasil jerih-payahku pun sudah kuperoleh pada waktunya”.

Demikian kisahnya…………..

Di antara keramat Syeikh Bahauddin itu adalah sebagai berikut:

*-Beliau menerangkan bahawa ia telah bersahabat baik dengan Maulana ‘Arif Ad-Diyarkarani selama tujuh tahun kemudian dengan Maulana Qatsam Syeikh.

Kata beliau: “Pada suatu malam aku tidur, kulihat Al-Hakim mendatangiku. Dia adalah tergolong Syeikh terkemuka Turki. Dia berpesan supaya aku berjumpa dengan seorang pertapa. Sesudah orang bertapa itu kujumpai, wajahnya terus terbayang-bayang dalam khayalku(ingatanku).

Aku mempunyai seorang nenek perempuan yang solehah. Maka kuceritakan kepadanya tentang mimpiku itu.
Ia pun berkata: “Anda akan mendapat bahagian sesuatu dari Syeikh-syeikh orang Turki”.

Aku ingin sekali menemui orang bertapa itu, dan sesudah agak lama, barulah aku menemuinya di kota Bukhara. Dia kukenal, namanya Khalil, cuma waktu itu aku tidak berghairah untuk bersahabat dengan dia. Dia pulang ke rumahnya, sedang aku gelisah, ragu dan bimbang. Ketika waktu maghrib tiba,seorang yang tidak dikenali mendatangiku, dan menyatakan bahawa Khalil orang bertapa itu memanggilku. Aku pun segera menemuinya dengan membawa sedikit ole-ole(buah tangan). Ketika berjumpa, aku berhajat akan menerangkan tentang mimpiku tadi. Tetapi dia lebih dahulu berbicara dalam bahasa Turki: “Saya tahu apa yang anda lihat, tidak perlu diberi penjelasan”.

Ucapan itu terhujam ke lubuk hatiku, dan aku sangat tertarik kepadanya. Akhirnya aku dapat bergaul baik dengan dia selama beberapa waktu”.

*Menurut Syeikh Bahauddin, ia pada suatu malam mengelilingi desa Ziorotun. “Setibanya di sebuah dataran tinggi di daerah itu, tiba-tiba muncul suatu peristiwa ajaib.Terdengar suara orang berkata: 

“Mintalah kepada kami, apa saja yang anda inginkan”.

“Aku pun memohon dengan rendah hati dan khusyuk”,ujarnya seraya berkata: “ Wahai Tuhanku, kurnialah aku setitis air laut rahmat dan inayah-Mu!”

Terdengar jawaban: “ Anda meminta setitis kemuliaan dari kami?”

Peristiwa itu amat mengejutkanku, lantas kutampar wajahku dengan sekali tampar yang kuat,sehingga sakitnya terasa selama beberapa hari.

Aku pun memohon: “Wahai Tuhan Yang Maha Pemurah, kurniailah aku lautan rahmat dan inayah-Mu,dan kurniailah aku kekuatan untuk dapat memikulnya”

Ternyata permohonanku itu diperkenankanNya dengan segera, dan sampailah aku ke tempat yang dituju.

*Syeikh Bahauddin bercerita: “Pada suatu hari saya dan Muhammad Zahid pergi ke satu padang pasir. Dia termasuk seorang murid yang jujur. Kami membawa cangkul untuk sesuatu keperluan. Tiba-tiba terlintas sesuatu yang mewajibkan kami membuangkan cangkul itu, dan bermuzakarah tentang berbagai disiplin dan ilmu pengetahuan. Dalam pertukaran fikiran itu, sampailah kami kepada masalah-masalah ibadah.

Aku pun berkata kepadanya: “Puncak tertinggi dari ibadah itu ialah, kalau yang melakukannya berkata “matilah kamu, maka seketika itu juga orang itu mati”.
Ketika itu terlintas dalam hatiku untuk mengatakan yang demikian kepadanya, lantas ku ucapkan maka ia pun mati dari jam 9.00 pagi sampai tengah hari. Cuaca waktu itu cukup panas. Aku kaget(terkejut), lalu duduk berteduh di sebuah tempat tidak jauh dari situ. Sejurus kemudian aku kembali mendekatinya. Ku lihat mayatnya telah berubah akibat panas matahari.Aku gelisah, tiba-tiba datang petunjuk supaya aku mengatakan “Wahai Muhammad, hiduplah anda”

Aku pun mengucapkan kata-kata itu sebanyak tiga kali. Mayat itu pun bergerak-gerak perlahan-lahan, sampai akhirnya hidup kembali seperti semula.

Peristiwa itu aku pun laporkan kepada syeikhku, Syeikh Sayid Amir Kulal. Dan ketika aku menyebutkan dia mati, aku hairan Syeikh Sayid Amir Kulal berkata: “Wahai anakku, kenapa tidak anda katakan “hiduplah”?
AKu pun menjawab: “Sesudah ilham datang, barulah ku ucapkan kalimat itu, ternyata mayat itu pun hidup kembali”.

*-Muhammad bin Al-Aththar berkata: Pada suatu hari Syeikh Muhammad Rahin bertanya kepadaku “Bagaimana keadaan hatimu?”

“Aku tak tahu”,jawabku

Dia berkata pula: “Adapun hatiku,seperti bulan malam ketiga”.
Hal itu ku sebutkan kepada Syah Naqsyabandi, Syeikh Bahauddin.

Dia pun berkata: “Itu memandang kepada hatinya”.
Waktu itu dia sedang berdiri, lantas diletakkannya kakinya dia atas kakiku. Tiba-tiba aku tidak sedar, perasaanku bagaikan berada di alam ghaib. Maka nampaklah segala apa yang ada dalam alam ini berkumpul dalam hatiku. Dan sesudah sedar,ia pun berkata pula: 

“Apabila hati seperti itu, bagaimanakah ilmu seseorang itu berubah terhadapnya? Kerana itulah Allah berfirman dalam hadis Qudsi: Ertinya: “Tidak meliputi(mencapai)-Ku oleh bumi dan langit-Ku, tetapi meliputi(mencapai)-Ku hati hamba yang mukmin”

*Syeikh ‘Alauddin Al-Athari menyatakan bahawa tatkala Sultan Abdullah Fazghaz diBukhara, ia bermaksud akan berburu di sekitar daerah itu, bersama dengan orang banyak(rakyat jelata). Sedangkan Syeikh Bahauddin berada di sebuah desa dalam kawasan Bukhara. Ketika baginda dan orang banyak(rakyat jelata) pergi berburu, Syeikh Bahauddin pun ikut serta. Ia mendaki sebuah dataran tinggi tidak jauh dari mereka. Dan di situ, ia menempel(menampal) bajunya. Terlintas dihatinya bahawa Allah memuliakan wali-waliNya, sehingga banyak Raja-raja menundukkan kepala mereka.

Belum habis apa yang terlintas dalam hatinya itu, tiba-tiba muncul seorang laki-laki penunggang kuda yang tangkas, berpakaian kebesaran seperti pakaian Raja-raja. Sesudah turun dari atas kenderaan, ia pun memberi hormat dengan sopan dan merendahkan diri, tegak terpaku selama kurang lebih satu jam di bawah panas matahari.

Syeikh Bahauddin menjawab: “Tinggalkan aku, kerana aku adalah orang fakir(menurut istilah ahli sufi,fakir disini ertinya fakiru-ilallah iaitu fakir terhadap Allah),bermukim di desa ini. Sultan Fazghaz mengajak orang banyak(rakyat jelata) untuk berburu, maka aku pun ikut serta. Belum lagi selesai, kamu pun datang”.

Orang itu dengan merendah berkata: “Tetapi wahai tuan mulia, tuan telah memburuku”

Syeikh Bahauddin pun berdiri, mengenakan pakaian, lalu berangkat menuju ke tengah padang pasir,diikutinya dari belakang dengan hati yang kecut dan cemas. Beberapa saat dalam perjalanan, Syeikh Bahauddin menoleh kepadanya dengan sorot(pandangan) mata yang tajam, sehingga orang itu tak dapat bergerak, tegak terpaku ditempatnya, dan tak sanggup lagi mengikutinya untuk selama-lamanya.

*-Sebahagian sahabat Syeikh Bahauddin berkata: “Aku pernah berkhidmat kepadanya, ketika ia berada di sebuah negeri, Miru. Pada suatu hari,aku ingin sekali hendak ke Bukhara kerana menurut berita, saudaraku Syamsuddin telah meninggal dunia. Aku tidak ingin meminta izin kepadanya secara langusng. Kujumpai Amir Husin, seorang yang dekat dengan beliau, untuk meminta izinnya.
Ketika itu beliau pergi solat Jumaat. Sekembalinya dari masjid, Amir Husin memberitahukan kepadanya, bahawa saudaraku, bernama Syamsuddin telah meninggal dunia.

Beliau berkata: “Bagaimana mungkin khabar(berita) itu, dia masih hidup bahkan dia sudah dekat sekali pada kita, sudah kucium baunya”.

Belum habis ucapannya, tiba-tiba saudaraku yang dikhabarkan sudah mati itu, muncul di depan kami seraya memberi salam.
Syeikh Bahauddin pun berkata: “Wahai Amir Husin, ini dia Syamsuddin itu”.
Semua yang hadir tercengang, menyaksikan keramatnya itu.

*-Syeikh Alauddin Al-Athari berkata: “ Pada suatu hari Syeikh Bahauddin berada di Bukhara, seorang sahabat karibnya bernama Maulana ‘Arif Ad-Diyarkarani berada di Khawarizmi.”
Syeikh Bahauddin berkata kepada sahabat-sahabatnya: “Menurut pandanganku, sekarang ini, Maulana ‘Arif Ad-Diyarkarani itu baru saja meninggalkan Khawarizmi menuju Saraya. Dalam perjalanan, dia berhenti di sebuah tempat. Dia memutuskan tidak jadi ke Saraya, dan kini dalam perjalan pulang ke Khawarizmi”

Semua keterangan itu, dicatat oleh sahabat-sahabatnya.
Tidak beberapa lama sesudah itu, Maulana ‘Arif Ad-Diyarkarani pun tibalah di Bukhara. Mereka pun menceritakan kepadanya, apa yang mereka dengan dari Syeikh Bahauddin tadi.
Maulana ‘Arif Ad-Diyarkarani menjawab: “Benar, tepat sekali apa yang dikatakannya itu”

*-Syeikh Abdullah Al-Khoujandi menyatakan: “Sudah sejak lama hatiku tertarik, sangat ingin memasuki tariqat Naqsyabandiah ini. Aku tinggal di Khoujand. Pada suatu hari aku pergi ke Tirmidz(Termez). Waktu itu aku sedang mengalami kegoncangan. Kemudian aku mengunjungi sebuah masjid di pinggir sungai Jihun, dan tidur di situ. Aku melihat dalam mimpi dua orang Syeikh yang gagah. Seorang diantaranya berkata kepadaku: “Kenalkah anda pada kami? ”Saya adalah Muhammad bin Ali, orang Tirmidz(Termez). Dan ini adalah Nabi Khidir as. Jangan gusar, kini tiba saatnya melaksanakan maksudmu itu. Tetapi anda harus menunggu 12 tahun lagi, dan pelaksanaannya di Bukhara, di tangan Syeikh Bahauddin Syah Naqsyabandi, yang menjadi Wali Quthub pada masa itu.”

Aku pun tersentak, hatiku mulai tenang. Sesudah itu aku pun pulang ke Khoujand. Dan pada suatu hari,aku berjalan-jalan di pekan. Aku bertemu dengan dua orang Turki yang hendak menuju ke masjid. Ku ikuti dari belakang. Mereka asyik bercakap-cakap. Aku memasang kuping (telinga), mendengarkannya. Keduanya membicarakan hal-hal tariqat. Hatiku tertarik, lalu ku temui mereka dengan membawa makanan.

Salah seorang di antaranya berkata kepada temannya: “Inilah dia orang yang dalam kalbunya berkobar keinginan untuk masuk tariqat ini. Selayaknya dia berkhidmat kepada putra pemimpin kita, Syeikh Ishak”. Mereka memberitahukan, bahawa Syeikh Ishak itu bermukim di wilayah Khoujand, mempunyai seorang putera yang bijak dan ikhlas. Aku pun pergi ke situ dan kedatanganku di sambut hangat olehnya.

Sekali peristiwa, anak itu berkata kepadaku: “Hati murid ini sudah pecah berantakan, sewajarnya dia dididik menjadi pengikut tasawuf dan menjadi sahabat baik.
Syeikh Ishak menangis, terharu, dan berkata: “Wahai anakku, orang ini termasuk anak-anak Syeikh Bahauddin. Aku tak dapat menentukan sesuatu kepadanya”.
Aku pun pulang ke Khoujand, menunggu masa yang dijanjikan itu tiba.
Beberapa waktu kemudian, hatiku mendesak, supaya aku segera ke Bukhara, tidak boleh ditangguhkan lagi. Aku pun pergilah, dan sesampainya di tempat yang dituju, aku pun menemui Syeikh Bahauddin.

Begitu bertemu Syeikh Bahauddin berkata: “Wahai Abdullah, sabarlah, masa 12 tahun yang kamu tunggu-tunggu itu tinggal tiga hari lagi”.

Aku terdiam mendengarnya, hatiku makin terpaut kepadanya. Orang-orang yang hadir tidak mengerti isyarat. Mereka bertanya kepadaku dan sesudah mengerti, mereka pun senang dan gembira.

Sesudah itu, belakangan ternyata semua maksudku itu tercapai dengan inayah Allah dan aku pun mengabdi kepadanya”.

*-Di antara keramatnya, diceritakan oleh Syeikh ‘Alauddin Al-Athari: Pada suatu hari, aku sedang berada di hadapan Syeikh Bahauddin. Waktu itu langit mendung dan berawan tebal.

Beliau bertanya: “Sudah masukkah waktu Zuhur?”

“Belum”,jawabku

“Cuba lihat ke langit”,ujarnya.

Aku pun menoleh ke langit, nampakku langit itu jernih, tidak berawan, dan pemandanganku tembus(kasyaf) ke alam malakut(alam para malaikat). Kulihat para malaikat sedang sibuk mengerjakan solat Zuhur. Sesudah itu,beliau berkata: “Nah,apa katamu, sudah masukkah waktu Zuhur?”

Aku kaget(terkejut), lalu meminta ampun kepadanya. Peristiwa itu amat berkesan dalam lubuk hatiku dan tidak hilang selama beberapa waktu.

*-Seorang sahabtnya menceritakan: “Pada suatu hari,aku pernah diutus Syeikh Bahauddin untuk melaksanakan sesuatu keperluan. Selesai tugas itu,aku pun pulang. Ku lihat murid-murid tegak berdiri di dalam kebun yang di situ terdapat tempat tidur beliau. Masing-masing memegang cangkul dan kereta sorong. Aku sangat kecut dan cemas, sehingga merasa bagaikan demam panas.

Sejurus kemudian Syeikh Bahauddin keluar dari rumahnya dan berkata kepadaku: “Ku lihat air mukamu berubah” 

Ku jawab: “Sejak aku tiba di tempat ini, hatiku merasa kecut dan cemas, entah apa sebabnya, aku tidak tahu”.

Beliau berkata pula: “Cuba tanyakan kepada Amir Husin”
Aku pun menanyainya. Amir Husin mengatakan: “Sebabnya ialah sejak pagi tadi murid-murid bergotong-royong mencangkul dan mengangkut tanah, sedangkan anda tidak ikut bersama mereka”.
Kemudian Syeikh Bahauddin kembali ke rumah, menyiapkan makanan untuk mereka. Tiba-Tiba kami melihat seorang anak muda tampan, datang dari arah rumah beliau, menuju ke arah kami. Dia terbang di udara, melompat dari suatu tempat ke tempat lain, laksana burung. Ketika sudah dekat dengan kami, ia terbang di atas kepala kami. Perhatian kami pun tertuju kepadanya dan menghentikan kegiatan. Dalam pada masa itu Syeikh Bahauddin keluar, memberi isyarat bahawa ia sebentar lagi akan datang. Ucapannya itu menghairankan kami.

Setelah tiba dan memperhatikan keadaan kami, beliau pun menoleh kepadaku, seraya berkata: “Inilah yang telah menggelisahkanmu, anda kebalikan(berlainan) dari mereka”.
Kemudian berkata pula: “Adapun anak muda yang terbang di Nasav ke Bukhara. Dia terbang. Ketika aku dekat kepadanya, aku pun menyapanya dan bertanya: “Kenapa kamu tinggalkan persahabatan dengan rijalul ghaib(wali-wali Allah), sehingga kamu terjerumus dalam kesakitan dan penyesalan?”

Anak muda itu menjawab: “Aku datang dari sebuah negeri, penduduknya telah memasukkanku ke dalam barisanmu. Pada suatu hari kami duduk-duduk di sebuah bukit, terlintas dihatiku tentang isteri dan anak. Maka mereka pun menyingkapkan tabir(hijab) yang membatasi pemandanganku, kemudian bermaksud akan meninggalkanku. Ku pegang belakang seorang di antara mereka, dan aku minta supaya dihantarkan ke sebuah tempat yang aman dan makmur. Maka mereka pun menghantarku ke tempat ini.

Syeikh Bahauddin melanjutkan: “Aku pun menemaninya dari Nasav ke Bukhara selama 6 hari dan kutaruhkan(kuletakkan) dia dirumahku. Ketika aku sibuk menyiapkan makanan untuk kamu, dia minta izin untuk pergi. Permintaannya itu kupenuhi. Sesudah itu maksudku akan menghantarkan makanan untuk kamu sekalian, tetapi tiba-tiba ku lihat kamu dalam keadaan kaget(terkejut). Aku pun keluar, memberi isyarat kepadamu, sebagaimana yang sudah kuisyaratkan tadi.

Anak muda itu telah mengalami kemuliaan dan kebesaran Allah dengan nyata. Sewajarnyalah seorang murid melangkah selebar kangkangan(sejauh-jauh perjalanan di dalam jalan spiritual), jangan bergeser(rosak walau sedikitpun) kepercayaan atau keyakinan kepada Syeikhnya walau apa pun yang terjadi. Sehingga jika melihat Nabi Khidir pun, jangan menoleh kepadanya(keterangan: walaupun murid itu dapat bertemu atau melihat Nabi Khidir sekalipun hendaklah ia melihat atau memandang hal yang tersebut itu terjadi disebabkan keberkatan doa dan bimbingan Syeikhnya).

Anak muda itu sesungguhnya telah mencapai martabat yang tinggi, dapat terbang seperti burung dengan mudah. Dan lalat pun dapat juga terbang di udara”.
Sesudah itu beliau memerintahkan kepada Amir Husin dan murid-murid, supaya meneruskan pekerjaan masing-masing, mengisi kereta sorong dengan tanah. Mereka pun melaksanakannya dan meninggalkan Syeikh Bahauddin seperti semula.

Anehnya, beliau(Syeikh Bahauddin) memberi isyarat kepada sebuah kereta sorong, maka tiba-tiba saja kereta itu berjalan dengan sendirinya dan tanah yang ada di dalamnya dibuangnya, kemudian ia pun datang kepada kami. Demikianlah dilakukan Syeikh Bahauddin beberapa kali.

Lantas beliau pun berkata: “Peristiwa kereta sorong berjalan sendiri seperti ini, adalah perkara biasa bagi ahlillah(orang-orang Allah) yang terpilih”.

*-Syeikh Alauddin Al-Athari meriwayatkan bahawa Syeikh Tajuddin adalah seorang tokoh pengikut Syeikh Bahauddin Naqsyabandi. Setiap ditugaskan melakukan sesuatu dari Al-Arifan ke Bukhara, ia sudah kembali dalam tempoh yang singkat, kerana apabila ia tidak terlihat oleh murid-murid Syeikh Bahauddin, ia terbang di udara.

“Pada suatu hari”,kata Syeikh Tajuddin, “Aku ditugaskan pula untuk melaksanakan sesuatu ke Bukhara. Aku pun pergilah dengan terbang di angkasa sebagaimana biasa. Di tengah perjalanan kulihat Syeikh Bahauddin dan beliau pun melihatku. Ketika dilihatnya aku terbang di udara, maka kekuatan(karomah) itu dicabutnya daripadaku. Sesudah itu aku tidak bisa/boleh lagi terbang untuk selama-lamanya.”

seorang sahabat Syeikh Bahauddin menceritakan: " pada suatu hari, Syeikh Bahauddin berkunjung kerumahku. Aku terkejut dan gugup, kerana ketika itu persediaan tepung tidak ada. Beliau datang membawa sedikit tepung gandum, dan berkata kepadaku :
"Nah,bikin rotilah tepung ini, dan jangan ceritakan kepada seseorang tentang sedikit atau banyaknya."

Beliau berada di rumahku selama 10 bulan. Selama berada di rumahku, banyaklah murid-murid dan sahabat-sahabatnya datang silih berganti, menziarahinya. Kami tetap membikin roti untuk mereka dari tepung tadi. Ternyata cukup. Semuanya itu bisa terjadi kerana kekeramatan beliau. Beberapa waktu kemudian, kuberitahukan hal itu kepada isteriku, kulanggar pesannya. sejak waktu itu hilang berkatnya dan dalam waktu yang tidak begitu lama, tepung itu pun habis.

peristiwa itu menambah keyakinanku kepadanya dan aku mengakui kebesaran keramat dan ketinggian martabat kewalian-nya.

*Syeikh Muhammad Zahid berkata: "pada suatu hari aku sedang suluk. Aku duduk bersama Syeikh Bahauddin. waktu itu musim gugur. Aku ingin sekali hendak memakan semangka (tembikai) , lalu kuminta kepadanya. Dekat kami duduk itu, terdapat sebuah sungai yang mengalir. Dia pun berkata: "pergilah ke air itu!". Aku pun pergi ke situ, maka kudapati sebuah semangka (tembikai) terletak di situ. peristiwa itu makin menambah keyakinanku kepada beliau".

*seorang sahabat Syeikh Bahauddin meriwayatkan: "Di antara sahabat-sahabatnya yang menonjol dengan acap kali (kerap kali) menasihatiku, adalah Syeikh Syadi, Salah satu nasihatnya, supaya jangan mengunjurkan kaki ke arah mana Syeikh Bahauddin berada.

pada suatu hari aku berangkat dari Ghaziut menuju Al-Arifan untuk menziarahinya. Waktu itu udara sangat panas. Dalam perjalanan aku berteduh di bawah sepohon kayu dan berbaring. Tiba-tiba saja muncul binatang berbisa menggigit kakiku sebanyak dua kali. Aku pun bangkit. Aku merasa sakitnya bukan main. kemudian aku berbaring lagi. Maka untuk kali ketiga, aku kena gigit binatang berbisa lagi. Aku pun duduk, memikirkan apa sebabnya. Teringatlah aku kepada nasihat Syeikh Syadi. Rupanya kakiku lurus ke arah Al-Arifan tempat kediaman Syeikh Bahauddin. Maka mengertilah aku, bahwa peristiwa itu memperingatkanku agar lebih berhati-hati.

*Syeikh 'Ala-Uddin meriwayatkan: "Pada suatu hari Syeikh Bahauddin menyuruh Amir Husin mengumpulkan kayu api. Waktu itu musim dingin. Sesudah dikumpulkannya, keesokan harinya Allah menurunkan salju yang besar sebanyak 40 kali.

kemudian Syeikh Bahauddin mengadakan perjalanan ke Khawarizmi. Dalam rombongannya ikut serta Syeikh Syadi.

Sesampainya di tepi sebuah sungai, Syeikh Bahauddin menyuruh supaya berjalan di atas air, Syeikh Syadi tidak sanggup. Disuruhnya berulang kali, tetapi Syeikh Syadi tetap menyatakan tidak bisa. Maka Syeikh Bahauddin memandangnya dengan sorot mata (pandangan mata) yang tajam beberapa saat. Pada waktu itu, Syeikh Syadi merasa berada di alam ghaib, hilang kesadarannya (kesedarannya) selama beberapa minit. dan sesudah sadar (sedar), ia pun melangkahkan kakinya di atas permukaan air, dengan diikuti oleh Syeikh Bahauddin dari belakang. Setelah sampai ke seberang, Syeikh Bahauddin pun berkata: "cuba lihat, basahkah sepatumu (kasut) atau tidak?" ku lihat alas kakiku, ternyata sedikit pun tidak basah, dengan izin Allah".

*seorang sahabatnya bercerita tentang keramat Syeikh Bahauddin sebagai berikut: "Adapun sebabnya aku bersahabat baik dengan beliau, kerana pada suatu hari aku sedang duduk dikedaiku di pusat perbelanjaan Bukhara. Ia pun datang dan duduk bersamaku. Dalam pembicaraan kami, tersinggung sejarah hidup Syeikh Abu Yazid Busthami. Di antara riwayat hidup Syeikh Abu Yazid sebagaimana yang disebutkan Syeikh Bahauddin, bahwa dia berkata: "jika seseorang menyentuh pinggir (hujung) bajuku, niscaya ia jatuh hati kepadaku, dan tunduk berjalan dibelakangku. Syeikh Bahauddin berkata: "kalau kuanugerahkkan lengan bajuku, niscaya seluruh penduduk kota Bukhara ini akan tunduk dan kasih kepadaku. Mereka akan meninggalkan rumah dan kedai, dan mengikutiku." Beliau pun meletakkan tangannya yang diberkati itu ke lengan bajunya. tiba-tiba aku terfana, tak sedar diri, aku merasa diriku bagaikan hilang. Begitulah keadaan beberapa waktu lamanya. Kutinggalkan rumah dan kedai, dan berkhidmat kepadanya."

*Syeikh Khasru, seorang sahabat Syeikh Bahauddin yang terkemuka dan bijak, berkata: " pada suatu hari, aku bermaksud akan menziarahinya. ketika aku tiba, Syeikh Bahauddin sedang tegak di pinggir kolam dalam sebuah kebun, bercakap-cakap dengan seorang yang tidak dikenal. ketika aku memberi salam, orang yang dikenal itu pun menyingkir ke pinggir kebun.

Syeikh Bahauddin memberikan penjelasan kepadaku: "Dia ini adalah Nabi Khaidir as. " ucapan itu diulanginya dua kali. aku terdiam, tak berkata sepatah pun. syukur hatiku tidak cenderung kepadanya, lahir dan batin.

Dua tiga hari kemudian, kulihat lagi dia dikebun, berbincang-bincang dengan Syeikh Bahauddin. Dua bulan sesudah itu, kujumpai lagi dia di Bukhara. Dia tersenyum melihatku, dan aku pun memberi salam. Dirangkulnya aku dengan akrab dan menanyai (bertanya) perihalku. Sesudah berada kembali di Al-Arifan, Syeikh Bahauddin berkata kepadaku: "Anda sudah berjumpa dengan Nabi khaidir di Bukhara."

*Beberapa orang Alim-Ulama dan sejumlah murid-murid Syeikh Bahauddin pada suatu hari mengunjungi Iraq.

Seorang ulama di antara rombongan berkata: "sesampainya kami di Samnan, kami mendengar bahwa disitu ada seorang laki-laki (lelaki) yang mendapat berkah (barakah) dari Allah, bernama Sayid Mahmud. kami semua bermaksud akan menziarahinya, kerana keterkaitannya (hubungannya) dengan Syeikh Bahauddin.

sesudah bertemu, Sayid Mahmud pun menjelaskan kepada kami dengan berkata: " Pada suatu hari aku bermimpi melihat Rasulullah SAW sedang berada di suatu tempat yang cantik. di sampingnya seorang laki-laki (lelaki) yang tampan. Aku bertanya kepada Rasulullah SAW.: "Apakah belum tiba saatnya aku mendapat kehormatan bersahabat dengan Rasulullah SAW. dan orang-orang seperti yang ada disamping Rasulullah SAW itu. sampai saat ini aku belum mengecap nikmat masa Rasulullah SAW. dan masa mereka, dan kebahagiaan seperti ini telah luput agaknya daripadaku. Apakah yang harus aku lakukan, wahai Rasulullah SAW?"

Rasulullah SAW pun bersabda: " jika kamu ingin memperoleh keberkatanku dan dapat melihatku, maka ikutilah Syeikh Bahauddin", sambil beliau mengisyaratkan kepada laki-laki (lelaki) yang duduk disampingnya. sebelum itu aku tidak pernah melihatnya. sesudah tersentak (terjaga dari tidur), kucatat namanya dikulit belakang sebuah bukuku.

Beberapa tahun kemudian aku duduk-duduk disebuah toko kain (kedai kain). Tiba-tiba kulihat seorang laki-laki (lelaki) yang tampan melintas, wajahnya bercahaya. Dia menuju ketempatku, dan duduk pula disitu, kuperhatikan wajahnya dengan saksama (dengan sebenar-benarnya), maka teringatlah aku kepada catatanku dulu. ketika itu perasaanku berubah, jantungku berdebar.

Dan tatkala orang itu hendak pergi, kuajak dia supaya singgah kerumahku. Ajakanku itu dipenuhinya, Ia pun berdiri lalu berjalan di depan, dan aku berjalan dibelakangnya. Anehnya belum terpicing (terpejam) mata, kami sudah tiba di rumah. Ini keramat pertama yang kulihat daripadanya, sedangkan ia belum pernah melihat rumahku. sesudah berada di dalam, ia pun menuju kesebuah ruangan khusus perpustakaanku. Diulurkannya tangannya yang mulia itu lalu diambilnya sebuah kitab dari celah-celah kitab yang banyak itu, dan menyerahkannya kepadaku, seraya berkata: " Apa yang anda tulis dikulit belakang kitab ini?"

Ternyata kitab itulah yang namanya kucatat sebagaimana yang kulihat dalam mimpi tujuh tahun yang lalu.

keajaiban yang kedua ini, menimbulkan ke-takjubanku kepadanya, lebih besar dari menyaksikan keramatnya yang pertama tadi. sesudah maksudku tercapai, maka ia pun memelukku dan menciumku serta mendoakan semoga aku termasuk kelompok sahabat-sahabatnya. kemudian ia pun pergi dengan meninggalkan kenangan besar kepadaku.

*Seorang sahabat Syeikh Bahauddin di Bukhara pada suatu hari mengundangnya, undangan itu diperkenankannya. Dan sesudah Azan maghrib, beliau berkata kepada Maula Najmuddin Dadarak: " apakah kamu bersedia melaksanakan apa yang kuperintahkan?"

Najmuddin menjawab: "bersedia."

"jika kusuruh mencuri, apakah kamu bersedia melaksanakannya?", tanya beliau.

"tidak", jawab Najmuddin.

"kenapa tidak", tanyanya.

"kerana ini adalah menyangkut (bertalian) hak-hak manusia, tetapi kalau menyangkut (bertalian) hak-hak Allah dapat ditebus dengan taubat", jawab Najmuddin.

"jika tidak mahu melaksanakan perintahku, jangan bersahabat dengan kami", ujarnya.

Najmuddin terperanjat, bagaikan sempit dunia ini pada perasaannya. Ia pun meminta ampun, taubat dan menyesal, dan mengaku tidak akan menentangnya. Orang-orang yang hadir di situ pun merasa kasihan melihatnya dan mereka meminta kemaafan dari Syeikh Bahauddin. Permintaan itu pun dipenuhinya.

Kemudian Syeikh Bahauddin pada suatu hari bersama sejumlah sahabatnya pergi mengunjungi sebuah desa di depan gerbang masuk kota Samarkand. Dalam rombongan itu ikut serta Maulana Najmuddin. sesampainya di desa itu, Syeikh Bahauddin menunjuk ke sebuah rumah seraya memerintahkan: "Robohkan dindingnya, ambillah sejumlah barang-barang berharga yang tersimpan di dalam sebuah ruangan."

Mereka pun merobohkannya, lalu masuk menuju ke sebuah ruangan dan mengambil barang-barang berharga itu. sesudah itu mereka duduk sebentar.

Beberapa waktu kemudian, terdengar salakan anjing. Syeikh Bahauddin menyuruh Maula Najmuddin dan beberapa sahabatnya supaya melihat apa yang terjadi. Ternyata yang di salak, anjing itu adalah beberapa orang pencuri yang sedang beraksi (berusaha) meruntuhkan dinding lain dari rumah itu, dan berhasil memasukinya, tetapi tidak berhasil mendapatkan barang-barang berharga itu. Kata pencuri-pencuri itu: " Rupanya pencuri-pencuri lain lebih dahulu mengambil barang-barang itu daripada kita."

Semua anggota rombongan tercengang meyaksikan peristiwa itu.

Ketika pencurian/kecurian itu terjadi, si pemilik rumah sedang berada di kebunnya. Keesokan harinya Syeikh Bahauddin menyuruh seorang muridnya, menghantarkan barang-barang curian (hasil curi) itu kepada pemilikknya, dengan penjelasan bahawa sekelompok orang-orang fakir kelmarin melintas di depan rumahnya. Mereka melihat barang-barang berharga ini, lalu diselamatkan mereka dari tangan-tangan pencuri. Kemudian beliau menoleh kepada Maulana Najmuddin seraya berkata:" Jika kamu melaksanakan apa yang sudah kuperintahkan sebelum ini, niscaya kamu akan memperoleh beberapa hikmah."
*Sebahagian di antara keramatnya, seorang sahabatnya meriwayatkan: "Pada suatu hari aku mohon didoakan, supaya aku memperoleh seorang anak. Syeikh Bahauddin pun mendoakannya. Maka aku memperoleh seorang anak laki-laki (lelaki) berkat doanya. Tiada berapa lama kemudian, anak itu meninggal dunia. Ku laporkan hal itu kepadanya.

Ia pun berkata: "Kamu sudah meminta doakan supaya kamu beroleh seorang anak, dan Allah telah mengurniaimu seorang anak dan kini sudah diambilnya pula. Namun demikian, kita harap semoga Allah akan mengurniaimu dua orang anak laki-laki (lelaki) berkat doa orang-orang fakir.

Beberapa waktu sesudah itu, dua orang anak laki-laki (lelaki) pun mendatangiku. Ketika seorang di antaranya, jatuh sakit, maka kulaporkan kepada Syeikh Bahauddin. Beliau pun berkata: "Dia adalah anakku, tidak perlu anda susahkan. Dia selalu sakit-sakit, tetapi kemudian sembuh. Dan ternyata ucapan beliau itu benar, dan tepat."
*Syeikh 'Arif Ad-Dikrani, seorang tokoh khalifah Sayid Amir Kulal yang bijak berkata: "Pada suatu hari kami menziarahi Syeikh Bahauddin di Al-Arifan. Dalam pejalanan pulang ke Bukhara, ikut serta beberapa orang fakir (ahli sufi) asal kota itu.seorang di antara mereka berkata yang tidak baik Syeikh Bahauddin. Kami melarangnya. Kata kami: "Anda tidak mengenal Syeikh Bahauddin itu dan tidak pantas(sepatutnya) berburuk sangka kepada seseorang, harus sopan terhadap Wali-wali Allah".

Meskipun sudah berkali-kali diingatkan, namun ia tetap berkata dan mencaci-caci Syeikh Bahauddin, tiba-tiba seekor penyengat (lebah) masuk ke mulutnya, dan menggigitnya, sehingga ia mengaduh kesakitan. Kami pun berkata kepadanya: "Inilah akibat ucapan dan kelakuanmu yang buruk terhadap Syeikh Bahauddin." Ia pun menangis dengan bercucuran air mata, tobat (taubat) dan menyesal. Sesudah minta maaf dan tobat (taubat), barulah penyengat itu pergi, dan ia pun sembuh seperti semula."

*Pada suatu hari padang pasir Qaijik yang terletak dalam wilayah Bukhara, dikepung oleh musuh selama beberapa waktu. Banyak penduduk menderita dan menjadi korban keganasan. Maka penguasa wilayah Qaijak mengutus beberapa orang stafnya (pegawai) kepada Syeikh Bahauddin, meminta bantuannya, kerana segala taktik dan strategi yang dijalankan ternyata menemui kegagalan.

Kepada perutusan itu, Syeikh Bahauddin berkata: "Baiklah nanti malam in sya Allah kami akan memohon kepada Allah, dan kita tunggu hasilnya."

Tatkala fajar sudah terbit, beliau pun memberitahukan kepada mereka bahawa sesudah enam hari, musibah ini akan berakhir. Gembirakanlah hati Raja kamu dengan berita ini, dan kamu In sya Allah akan memperoleh kemenangan.

Maka penduduk Bukhara pun gembira-ria, kerana ternyata sesudah enam hari, pasukan musuh meninggalkan wilayah itu, sebagaimana yang dikatakan oleh Syeikh Bahauddin.

*Syeikh Syadi menyatakan bahawa selama aku menyayangi Syeikh Bahauddin,rezeki murah, aku bisa mengumpulkan uang (wang) seratus dinar sehari. Uang (wang) itu disimpan oleh isteriku. Pada suatu hari aku berbelanja ke Bukhara, di antaranya aku membeli sepasang sapatu(kasut) bermutu tinggi. Kemudian aku pun pulang dengan menziarahi Syeikh Bahauddin di Arifan. ketika itu aku sudah berada didepannya dengan rendah hati, ia pun berkata:

"Kenapa anda ke Bukhara?"
"Untuk sesuatu keperluan", jawabku.

Dia pun berkata dengan tegas; "Mana sepatu itu, bawa ke sini. Dan semua yang anda beli itu pun bawa ke mari. Barang-barang itu pun kuserahkan kepadanya dengan cepat. Dia pun berkata pula: "mana sisa yang seratus dinar itu, bawa kemari."

Uang(wang) itu pun kuserahkan kepadanya. Beliau pun memperhatikanku, seraya berkata: "Kalau mahu, gunung ini bisa (boleh) kujadikan emas untukmu; dengan berkat kekuasaan Allah SWT. Tetapi orang seperti kita (para sufi) tidak pantas (sepatutnya) berbuat seperti itu. Jika kelompok orang-orang yang bermartabat tinggi yang berada dibalik alam ini, melihat tingkahmu seperti itu, maka bagaimana mungkin anda menyimpang. Sedangkan anda tahu bahwa selama ini, anda tidak pernah kekurangan.

*Maulana Muhammad Al-Miskin berkata: "Pada suatu hari, seorang sahabat Syeikh Bahauddin meninggal di Bukhara. Beliau dan sejumlah sahabatnya bertakziah kepada keluarganya. Selama takziah itu, Syeikh dan rombongan melakukan sesuatu yang mengejutkan dan tidak disukai orang banyak, bahkan mereka melarangnya.

Syeikh Bahauddin berkata: "Bila Malaikat Maut mendatangiku? Aku orang fakir (sufi) yang paling tahu tentang bagaimana mereka mati."

Belum habis ucapan itu terngiang-ngiang di telingaku", kata Maulana Muhammad Al-Miskin, Bahauddin pun jatuh sakit dan ternyata itulah sakitnya yang terakhir, Beliau segera pulang kesuraunya (zawiyahnya). masuk ke ruangan khalwat sementara para sahabatnya silih berganti menjenguk dan melayaninya. Beliau berpesan kepada setiap orang yang menziarahinya sesuai dengan keadaanya. Kemudian beliau menadahkan dua tangannya, mendoa, dan sesudah menyapukan kedua tangan kemukanya, maka beliau wafatlah dengan tenang."

*Syeikh 'Ala-Uddin Al-Aththar menceritakan: "Ketika Syeikh Bahauddin dalam keadaan tenat, beberapa detik lagi akan wafat, kami membaca surat (surah) Yasin di sisinya. Ketika sampai separuhnya, tiba-tiba memancar cahaya terang. Kami pun mengucapkan kalimat-kalimat suci. Beliau pun wafatlah pada malam isnin 13 Rabi'ul Awal 791 H, dalam usia 74 tahun. Jenazahnya dikebumikan diperkebunan miliknya, sesuai dengan amanahnya. Kemudian dibagunkan oleh murid-muridnya di situ sebuah Kubbah besar dan kemudian didirikan sebuah masjid yang besar dan luas. Beberapa Raja-raja telah mewakafkan sejumlah hartanya untuk keperluan masjid itu.

*semua kisah itu ditulis oleh Al-Khani dalam "Al-Hada-Iqul Wardiyah", menurut Yusuf bin Ismail An-Nabhani dalam kitabnya "Jaami'u karaamatil Aulia".

https://www.facebook.com/notes/al-khalidi-sufi-order/riwayat-hidup-dan-karomah-tajul-arifin-syeikh-bahauddin-al-husaini-al-bukhari-pe/10152808480152247/