|
Gambaq hiasan |
(Martabat Manusia setelah adanya dunia)
Allah menciptakan manusia (Adam) dengan menyuruh Malaikat turun ke alam dunia guna mengambil sari/aci dari sari Api, Sari Angin, Sari Air, Sari Bumi, kemudian melalui proses menjadi :
Saripati BUMI menjadi Kulit Bulu Adam
Saripati Api menjadi Darah Daging Adam
Saripati AIR menjadi Urat Balung Adam
Saripati ANGIN menjadi Otot Sumsum Adam
Dengan kuasanya Allah terjadilah Lafadz MUHAMMAD, Mim, Ha, Mim, Dal yaitu CAHAYA :
Hitam menjadi hakikat lafadz Mim awal
Putih menjadi hakikat lafadz Ha
Kuning menjadi hakikat lafadz Mim Akhir
Merah menjadi hakikat lafadz Dal
Jauhar Awal menjadi hakikat lafadz Tasjid
Secara syariat menjadi lafadz Muhammad, atau sebaliknya menjadi lafadz Allah.
Mim Awal dari lafadz MUHAMMAD menjadi KEPALA Adam
Ha dari lafadz MUHAMMAD menjadi DADA Adam
Mim Akhir dari lafadz MUHAMMAD menjadi PUSAR Adam
Dal dari lafadz MUHAMMAD menjadi KAKI Adam
Ketika itu masih belum bisa bergerak, tergeletak, seperti wayang golek. Kemudian diberi lubang sebanyak empat yaitu: Lubang Mata, Lubang Telinga, Lubang Hidung dan Lubang Mulut. Kemudian lubang-lubang itu dimasukkan SINAR NUR MUHAMMAD. Kejadian itu menyebabkan berfungsinya indra dan bergerak hidup. Jelasnya hidupnya manusia itu syariatnya dengan adanya Cahaya. Begitu juga matinya dengan tidak adanya cahaya. Bila sudah tidak ada Cahaya, si jasad/jasmani atau jagad saghir, sudah tidak ada lagi kekuatannya terbukti gampang ambruknya jadi lemah dan mati.
Begitu juga dengan sinar Nur Muhammad di jagad kabir yaitu di alam dunia yang paling kuat. Tidak ada daya kalau tidak adanya cahaya yaitu Matahari, bulan, bintang tentu saja akan rusak alam dunia ini yang tinggal hanya gelapnya, api tinggal panasnya, air tinggal dinginnya, angin tinggal hawanya. Lalu siapa yang akan mengisinya atau penghuninya neraka neraka ini tidak lain Idajil la’natullah dan semua ruh manusia yang tidak bisa kembali lagi kepada Allah ta’ala disebabkan waktu didunia terkena godaan syaitan lantaran tidak beriman kepada Allah dan Rasulullah.
Sebetulnya Idajil itu adalah Malaikat kekasih Allah. Sebabnya ia dimurkai Allah, dia disuruh turun ke dunia sebelum adam tercipta sampai dengan tiga ribu tahun dan tidak kembali ke surga lagi. Dia kerasan tinggal di dunia. Maka Allah menetapkan tempatnya Idajil nanti di neraka paling bawah. Karena membangkangnya Idajil menerima saja. Tetapi dengan permohonan izin untuk menggoda anak cucu Adam yang akan dijadikan temannya di dunia dan di neraka; Allah mengijinkannya kecuali hamba Allah yang beriman kepada Allah dan Rasulullah saja yang tidak bisa menjadi temannya.
Kita kembali kepada diciptakannya Adam Majazi itu dari sari pati Api, Angin, Air, dan Bumi tanpa ada keempat unsur ini tidak akan tumbuh dan berkembang hidup baik berupa kehidupan tumbuh-tumbuhan, binatang bahkan manusia sekalipun.......renungkanlah baik-baik. Bahwa semua yang hidup ini saling berkaitan bersirkulasi, berkorelasi menjadi sistem yang diterapkan Allah di alam semesta ini.
Selanjutnya setelah ada Adam dan Babuhawa atau ibu bapak / orang tua kita, buah-buahan, daging dan lain sebagainya yang dimakan lebih dahulu oleh kita menjadi wodi, modi, mani, manikem, bertemu kontak dengan sinarnya Nur Muhammad cahaya yang empat perkara tadi, terjadilah jabang bayi di dalam rahim ibu (mengandung). Bila ada yang tidak jadi, karena tidak bertemu kontaknya dengan Nur (Roh) dengan kuasanya Allah yang berwenang menjadikannya, kita sebagai manusia tidak ada kekuasaan, tidak ada daya dan upaya hanya sekedar menjadikan sebab untuk itu ditempati Ruh-Nya.
Ketika byi di dalam kandungan belum ada nyawa, baru ada hidup saja yaitu ruh suci karena itu tidak ada rasa apa-apa, ketika lahir dari perut ibu, ruh suci kontak artinya bertemu dengan hawa alam dunia ini yaitu dari Bumi, Api, Angin, Air. Kemudian bernafaslah dia dengan sifatnya nyawa. Hakikatnya nyawa ialah rasa jasmani, pada waktu itu mata terbuka belum bisa melihat, kuping belum bisa mendengar, hidung belum bisa mencium, mulut belum bisa bicara hanya ada suaranya saja. Setelah diberi air susu atau makanan apa saja yang berasal dari saripati Bumi, Angin, Api dan Air tadi, saripati yang empat ini menjadi Darah yang ada empat macam:
1.Darah yang hitam dari saripati Bumi, adanya pada kulit, membesarkan kulitnya bayi, hawanya keluar melalui telinga hingga bisa berbicara.
2.Darah yang merah dari saripati Api, adanya pada daging, membesarkan dagingnya bayi, hawanya keluar melalui telinga hingga bisa mendengar.
3.Darah yang Putih dari saripati Air, adanya pada tulang, membesarkan tulang bayi, hawanya keluar melalui mata hingga bisa melihat.
4.Darah yang Kuning dari saripati Angin, adanya pada sumsum, membesarkan sumsum bayi, hawanya keluar melalui hidung hingga bisa mencium dan merasa.
Setelah bayi membesar kulitnya, membesar dagingnya, membesar tulangnya, membesar (banyak) sumsumnya, maka keluarlah hawanya yaitu nafsu yang ada empat yaitu: 1. Nafsu Amarah; 2. Nafsu Lawamah; 3. Nafsu Sufiah; 4. Nafsu Mutmainah. Semuanya itu adalah bukti dari adanya segala keinginan yang buruk dan keinginan yang baik. Begitulah bukti tumbuh dan berkembangnya jasad ini, walaupun ada tenaga, akal pikiran, beserta penglihatan, pendengaran, ucapan dan penciuman juga rasa, tidak ada kemampuan kecuali dengan pertolongan ruh api, air, angin dan bumi. Apa sebabnya itu bisa terjadi? Tidak lain segala apa yang terjadi darinya itu, supaya peralatan itu harus digunakan dan dimanfaatkan untuk kehidupan.
Peralatan-peralatan tadi harus digunakan untuk menge-tahui kepada asalnya yaitu Allah ta’ala supaya nanti kita bisa sempurna membawanya pulang/kembali kepada Allah ta’ala. “Innalillahi wa inna ilaihi raji’un”. Hanya manusia yang mempunyai ilmunya saja yang mampu menyempurnakan ruh-ruh sealam dunia yang membawa balik kepada Allah ta’ala. Makanya ruh-ruh sealam pada masuk ke dalam diri manusia, apalagi ruh bumi, api, air dan angin itulah yang sehari-harinya bersama kita baik yang halal maupun yang haram, yang bersih dan yang kotor, yang najis dan yang mubah semuanya ikut masuk.
Walaupun pada kenyataannya tidak dimakan, tapi apabila ada anjing, babi yang mati di air, tentu bangkainya di makan ikan, lalu ikan di makan manusia. Kalau mati didarat jadi pupuk diserap oleh tumbuh-tumbuhan, lalu buahnya di makan manusia. Jelaslah sudah bahwa manusia ini menjadi tempat lalulintas menyebrangnya ruh-ruh se alam dunia kembali kepda Allah ta’ala. Keterangan lainnya :
Ruh Api akan menjadi neraka panas
Ruh Air akan menjadi neraka dingin
Ruh Bumi akan menajdi neraka gelap
Ruh Angin/Hawa akan menajadi neraka sengatan neraka yang menggigit/menyengat nyawa manusia.
Al Qur'an Dalam Pandangan Hakikat
Perlu diketahui bahwa Qur’an itu ada empat perkara :
1.Qur’anul Majid
2.Qur’anul Karim
3.Qur’anul Hakim
4.Qur’anul ‘Adhim
Qur’an yang empat ini diartikan oleh salah seorang Ulama Syara demikian :
1.Qur’anul Majid ialah Qur’an yang ada hurufnya yang umum, dibaca dan dikaji oleh umat sedunia.
2.Qur’anul Karim ialah Qur’an yang mulia, tegasnya yang namanya Qur,anul karim itu, buktinya tangan berikut jari-jarinya, karena sudah jelas huruf itu hasil karya jalannya dari karya tulis tangan berserta jari-jarinya. Nah itulah yang jadi mulia tangan dan jari-jarinya.
3.Qur.anul Hakim ialah Qur’an yang agung. Buktinya penglihatan, karena penglihatan, tangan dan jari-jarinya dapat menulis. Tegasnya yang Agung itu penglihatan yang mulia yang mengadakan Qur’an.
4.Qur’anul ‘Adhim ialah Qur’an suci lagi Abadi. Buktinya ialah hidup, karena penglihatan, tangan dan jarinya tidak akan menjadikan atau terwujud kalau tidak ada hidup. Jelasnya hidup yang mulia pertama mengadakan Qur’an itu.
Oleh sebab itu kita mengaji harus sampai kepada sucinya, bila ingin sampai kepada yang sempurna. Yaitu Qur’an yang ke empat diatas tadi, jadi kita harus mengkaji keempat-empatnya.
Dari awal kita harus memiliki kemauan untuk membaca Qur’anul Majid, Yaitu Qur’an yang ada hurufnya. Nah itulah bagian syariatnya setelah dibaca harus dikaji yaitu diartikan apa maksudnya. Setelah mengerti maksud-maksudnya lekas cari dan amalkan tarekatnya supaya terasa. Sebab Qur’anul Majid itu petunjuk jalan mengenal Allah dan Rasul-Nya. Sedang Qur’anul Karim artinya mengkaji pekerjaan tangan dan jari kita yang sekiranya bakal sampai kepada Allah dan Rasul-Nya. Karena Allah memberi tangan dan jari kepada manusia, bukan untuk berkarya barang dunia yang kena rusak saja. Tetapi haruslah dipakai dengan membuat jalan untuk mengenal Allah dan Rasul-Nya supaya tangan kita menjadi mulia.
Dalilnya:
“Asa bi’ahum fi adanihim minassowaiki hadarotil mauti wallahi muhitun bil kafirin” Kalau tangan dan jari kamu tidak dipakai jalan mati, tetap tangan dan jari kamu bermartabat tangan dan jari hewan, neraka bagiannya (Kafir).
Dari Qur,anul Karim harus naik lagi kepada Qur’anul Hakim bagian hakikat. Yaitu harus mengkaji pekerjaan penglihatan kita yang sekiranya belum hakim. Jelasnya sidiq bukti pada barang langgeng/abadi itu. Hakikatnya Allah dan Muhammad. Karena Allah memberikan awas penglihatan itu, bukan untuk dipakai melihat barang baru yang kena rusak saja, tetapi harus dipakai untuk melihat hakikat Allah dan Rasulullah. Yang disebut Qur’anul ‘Adhim yang abadi atau sifatnya hidup, bibitnya tujuh bumi dan tujuh langit beserta isinya. Nah, dari sini juga asal kita. Jadi yang namanya Ma’rifat kepada Allah ialah yang sudah kenal dan yakin kepada hakikatnya Allah dan Muhammad (Jauhar Awal), tetapi jangan keliru menetapkan Jauhar awal dengan terangnya matahari yang terlihat oleh mata kepala. Kalau yang seperti itu jauhar pirid bagian sawarga loka (Dewa) tempatnya ada di Himalaya.
Perkara jauhar awal yang sejati, yaitu yang disebut Latif. Tegasnya ghaib tidak akan bisa dilihat oleh mata kepala, dalilnya juga demikian: “Ru’yatullahi ta’ala fi dunya bi’ailin qolbi” Melihat hakikat Allah ta’ala di dunia oleh awasnya hati.
Tegasnya dengan hakikatnya Rasulullah, sebab sifat manusia itu tidak akan bisa ma’rifat sampai kesitu karena manusia hanya sekedar dipakai tempat untuk melihat Rasululluahnya kepada Allah ta’ala.
Bila wujud kita sudah bisa dipakai untuk tempat melihat Rasulullah kepada Allah ta’ala tentu jari kita bisa bercerita. Bahwa mengaku sudah kenal kepada Allah ta’ala. Karena sudah diberitahu oleh Rasulullah, kita bisa merasakan mendapat nikmat oleh Rasulullah dari dunia sampai di akhirat. Sudah tidak salah lagi. Sebab kita sudah tetap menjadi umatnya. Sebab dari sekarang juga sudah tidak merasakan berpisah dengan Rasulullah, lantaran wujud itu. Siang dan malam dipakai tempat oleh Rasulullah untuk melihat Allah ta’ala.
Bilamana sudah merasa berbarengan, bersama-sama siang dan malam dengan yang Maha Suci, insya Allah tekad dan tingkah laku kita itu lama-lama juga terbawa suci. Setan-setan akan menjauh, tapi yang begitu harus yang ma’rifatnya beserta tauhidnya. Bila tidak dengan tauhidnya, akan sia-sia saja. Walaupun sudah punya tarekatnya tidak merasa takut dan malu, bisa saja tekad dan lakunya seenaknya. Kalau begitu susah di dunia, mendapat murka dari yang Maha Suci, ibarat lampu tempel ditutup dengan semprong kaca yang penuh debu yang kotor, tentu sangat kusam dan juga gelap. Oleh karena haruslah kita pelihara hingga suci sesuci-sucinya. Suci kulitnya, suci juga dalam isinya. Baru kita mendapat kenikmatan di dunia maupun di akhirat.
Karena itu hati-hati sekali, hai ikhwan-ikhwan yang sudah mempunyai jalan ma’rifat. Tekad dan laku yang jelek harus dijaga betul. Jangan sampai hanya tahu dan kenal saja, tapi harus denga laku dan tekad yang baik. Sebab jika kita melakukan maksiat melanggar hukum syara. Tentu kita cepat kena murka yang Maha Suci itu lebih berat dari hukuman kepada yang belum tahu dan kenal. Seperti di dunia juga, semisal orang kampung mencuri ayam, dihukumnya mungkin di denda atau di penjara beberapa hari saja. Lain lagi dengan camat atau lurah yang mencuri ayam, tentu lebih berat lagi hukumnya, karena sudah tahu aturab hukum. Apalagi yang sudah tahu dan kenal kepada Allah ta’ala, bisa kita bayangkan.
Kita diingatkan pada perjanjian Guru Mursyd, ibadah berbarengan dengan perbuatan dosa masing-masing menyimpang dari hal-hal yang telah ditentukan tidak akan dipertanggungjawabkan, semua perbuatan itu menjadi urusannya masing-masing.
http://al-qaromah.blogspot.com/2013/03/alam-ajsam-dan-martabat-manusia_7288.html