Sujud Sahwi Sebelum ataukah Sesudah Salam? Shidiq
Hasan Khon rahimahullah berkata, “Hadits-hadits tegas yang menjelaskan mengenai
sujud sahwi kadang menyebutkan bahawa sujud sahwi terletak sebelum salam dan
kadang …
SUJUD SAHWI SEBELUM ATAUKAH SESUDAH SALAM?
Shidiq Hasan Khon rahimahullah berkata,
“Hadits-hadits tegas yang menjelaskan mengenai sujud sahwi kadang menyebutkan
bahwa sujud sahwi terletak sebelum salam dan kadang pula sesudah salam. Hal ini
menunjukkan bahwa boleh melakukan sujud sahwi sebelum ataukah sesudah salam.
Akan tetapi lebih bagus jika sujud sahwi ini mengikuti cara yang telah
dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika ada
dalil yang menjelaskan bahwa sujud sahwi ketika itu sebelum salam, maka
hendaklah dilakukan sebelum salam. Begitu pula jika ada dalil yang menjelaskan
bahwa sujud sahwi ketika itu sesudah salam, maka hendaklah dilakukan sesudah
salam. Selain hal ini, maka di situ ada pilihan. Akan tetapi, memilih sujud
sahwi sebelum atau sesudah salam itu hanya sunnah (tidak sampai wajib, pen).”[1]
Intinya, jika shalatnya perlu ditambal karena
ada kekurangan, maka hendaklah sujud sahwi dilakukan sebelum salam.
Sedangkan jika shalatnya sudah pas atau berlebih, maka hendaklah
sujud sahwi dilakukan sesudah salam dengan tujuan untuk
menghinakan setan.
Adapun penjelasan mengenai letak sujud sahwi
sebelum ataukah sesudah salam dapat dilihat pada perincian berikut.
1.
Jika terdapat kekurangan pada shalat
–seperti kekurangan tasyahud awwal-, ini berarti kekurangan tadi butuh
ditambal, maka menutupinya tentu saja dengan sujud sahwi sebelum salam untuk
menyempurnakan shalat. Karena jika seseorang sudah mengucapkan salam, berarti
ia sudah selesai dari shalat.
2.
Jika terdapat kelebihan dalam shalat
–seperti terdapat penambahan satu raka’aat-, maka hendaklah sujud sahwi
dilakukan sesudah salam. Kerana sujud Sahwi ketika itu untuk menghinakan syaitan.
3.
Jika seseorang terlanjur salam, namun
ternyata masih memiliki kekurangan raka’at, maka hendaklah ia menyempurnakan
kekurangan raka’at tadi. Pada saat ini, sujud sahwinya adalah sesudah
salam dengan tujuan untuk menghinakan syaitan.
4.
Jika terdapat keragu-raguan dalam
shalat, lalu ia mengingatnya dan bisa memilih yang yakin, maka hendaklah ia sujud
sahwi sesudah salam untuk menghinakan syaitan.
5.
Jika terdapat keragu-raguan dalam
shalat, lalu tidak nampak baginya keadaan yang yakin. Semisal ia ragu apakah
shalatnya empat atau lima raka’at. Jika ternyata shalatnya benar lima raka’at,
maka tambahan sujud tadi untuk menggenapkan shalatnya tersebut. Jadi
seakan-akan ia shalat enam raka’at, bukan lima raka’at. Pada saat ini sujud
sahwinya adalah sebelum salam karena shalatnya ketika itu seakan-akan
perlu ditambal disebabkan masih ada yang kurang yaitu yang belum ia yakini.
TATA CARA SUJUD SAHWI
Sebagaimana telah dijelaskan dalam beberapa hadits
bahwa sujud sahwi dilakukan dengan dua kali sujud di akhir
shalat –sebelum atau sesudah salam-.
Ketika ingin sujud disyariatkan untuk mengucapkan takbir “Allahu akbar”,
begitu pula ketika ingin bangkit dari sujud disyariatkan untuk bertakbir.
Contoh cara melakukan sujud Sahwi
Sebelum
salam dijelaskan dalam hadits ‘Abdullah bin Buhainah,
فَلَمَّا
أَتَمَّ صَلَاتَهُ سَجَدَ سَجْدَتَيْنِ فَكَبَّرَ فِي كُلِّ سَجْدَةٍ وَهُوَ
جَالِسٌ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ
“Setelah beliau menyempurnakan shalatnya, beliau
sujud dua kali. Ketika itu beliau bertakbir pada setiap akan sujud dalam posisi
duduk. Beliau lakukan sujud sahwi ini sebelum salam.” (HR. Bukhari no. 1224
dan Muslim no. 570)
Contoh cara melakukan sujud sahwi sesudah salam
dijelaskan dalam hadits Abu Hurairah,
فَصَلَّى
رَكْعَتَيْنِ وَسَلَّمَ ثُمَّ كَبَّرَ ثُمَّ سَجَدَ ثُمَّ كَبَّرَ فَرَفَعَ ثُمَّ
كَبَّرَ وَسَجَدَ ثُمَّ كَبَّرَ وَرَفَعَ
“Lalu beliau shalat dua rakaat lagi (yang
tertinggal), kemudia beliau salam. Sesudah itu beliau bertakbir, lalu bersujud.
Kemudian bertakbir lagi, lalu beliau bangkit. Kemudian bertakbir kembali, lalu
beliau sujud kedua kalinya. Sesudah itu bertakbir, lalu beliau bangkit.”
(HR. Bukhari no. 1229 dan Muslim no. 573)
Sujud Sahwi sesudah salam ini ditutup lagi dengan
salam sebagaimana dijelaskan dalam hadits ‘Imron bin Hushain,
فَصَلَّى
رَكْعَةً ثُمَّ سَلَّمَ ثُمَّ سَجَدَ سَجْدَتَيْنِ ثُمَّ سَلَّمَ.
“Kemudian beliau pun shalat satu rakaat
(menambah raka’at yang kurang tadi). Lalu beliau salam. Setelah itu beliau
melakukan sujud sahwi dengan dua kali sujud. Kemudian beliau salam lagi.”
(HR. Muslim no. 574)
Apakah ada takbiratul ihrom sebelum sujud sahwi?
Sujud Sahwi sesudah salam tidak perlu diawali
dengan takbiratul ihrom, cukup dengan takbir untuk
sujud saja. Pendapat ini adalah pendapat mayoritas ulama. Landasan mengenai hal
ini adalah hadits-hadits mengenai sujud Sahwi yang telah lewat.
Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah berkata,
“Para ulama berselisih pendapat mengenai sujud sahwi sesudah salam apakah
disyaratkan takbiratul ihram ataukah cukup dengan takbir untuk sujud? Mayoritas
ulama mengatakan cukup dengan takbir untuk sujud. Inilah pendapat yang nampak
kuat dari berbagai dalil.”[2]
Apakah perlu tasyahud setelah sujud kedua dari
sujud sahwi?
Pendapat yang terkuat di antara pendapat ulama yang
ada, tidak perlu untuk tasyahud lagi setelah sujud kedua dari sujud Sahwi
karena tidak ada dalil dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
menerangkan hal ini. Adapun dalil yang biasa jadi pegangan bagi yang berpendapat
adanya, dalilnya adalah dalil-dalil yang lemah.
Jadi cukup ketika melakukan sujud sahwi, bertakbir
untuk sujud pertama, lalu sujud. Kemudian bertakbir lagi untuk bangkit dari
sujud pertama dan duduk sebagaimana duduk antara dua sujud (duduk iftirosy). Setelah
itu bertakbir dan sujud kembali. Lalu bertakbir kembali, kemudian duduk
tawaruk. Setelah itu salam, tanpa tasyahud lagi sebelumnya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,
“Tidak ada dalil sama sekali yang mendukung pendapat ulama yang memerintahkan
untuk tasyahud setelah sujud kedua dari sujud sahwi. Tidak ada satu pun hadits
shahih yang membicarakan hal ini. Jika memang hal ini disyariatkan, maka tentu
saja hal ini akan dihafal dan dikuasai oleh para sahabat yang membicarakan
tentang sujud sahwi. Karena kadar lamanya tasyahud itu hampir sama lamanya dua
sujud bahkan bisa lebih. Jika memang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
melakukan tasyahud ketika itu, maka tentu para sahabat akan lebih
mengetahuinya daripada mengetahui perkara salam, takbir ketika akan sujud dan
ketika akan bangkit dalam sujud sahwi. Semua-semua ini perkara ringan dibanding
tasyahud.”[3]
DO’A KETIKA SUJUD SAHWI
Sebagian ulama menganjurkan do’a ini ketika sujud
sahwi,
سُبْحَانَ مَنْ لَا يَنَامُ وَلَا يَسْهُو
“Subhana man laa yanaamu wa laa yas-huw”
(Maha Suci Dzat yang tidak mungkin tidur dan lupa).[4]
Namun dzikir sujud sahwi di atas cuma anjuran saja
dari sebagian ulama dan tanpa didukung oleh dalil. Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan,
قَوْلُهُ
: سَمِعْت بَعْضَ الْأَئِمَّةِ يَحْكِي أَنَّهُ يَسْتَحِبُّ أَنْ يَقُولَ فِيهِمَا
: سُبْحَانَ مَنْ لَا يَنَامُ وَلَا يَسْهُو – أَيْ فِي سَجْدَتَيْ السَّهْوِ –
قُلْت : لَمْ أَجِدْ لَهُ أَصْلًا .
“Perkataan beliau, “Aku telah mendengar sebagian
ulama yang menceritakan tentang dianjurkannya bacaan: “Subhaana man laa yanaamu
wa laa yas-huw” ketika sujud sahwi (pada kedua sujudnya), maka aku katakan,
“Aku tidak mendapatkan asalnya sama sekali.”[5]
Sehingga yang tepat mengenai bacaan ketika sujud sahwi adalah seperti
bacaan sujud biasa ketika shalat. Bacaannya yang bisa dipraktekkan seperti,
سُبْحَانَ
رَبِّىَ الأَعْلَى
“Subhaana robbiyal a’laa” [Maha Suci Allah
Yang Maha Tinggi][6]
سُبْحَانَكَ
اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى
“Subhaanakallahumma robbanaa wa bi hamdika,
allahummagh firliy.” [Maha Suci Engkau Ya Allah, Rabb kami, dengan segala
pujian kepada-Mu, ampunilah dosa-dosaku][7]
Dalam Mughnil Muhtaj –salah satu kitab fiqih
Syafi’iyah- disebutkan, “Tata cara sujud sahwi sama seperti sujud ketika
shalat dalam perbuatann wajib dan sunnahnya, seperti meletakkan dahi,
thuma’ninah (bersikap tenang), menahan sujud, menundukkan kepala, melakukan
duduk iftirosy[8] ketika duduk antara dua sujud sahwi, duduk
tawarruk[9] ketika selesai dari melakukan sujud sahwi, dan
dzikir yang dibaca pada kedua sujud tersebut adalah seperti dzikir sujud dalam
shalat.”
Sebagaimana pula diterangkan dalam fatwa Al Lajnah
Ad Daimah (komisi fatwa di Saudi Arabia) ketika ditanya, “Bagaimanakah kami
melakukan sujud sahwi?”
Para ulama yang duduk di Al Lajnah Ad Daimah
menjawab, “Sujud sahwi dilakukan dengan dua kali sujud setelah tasyahud akhir
sebelum salam, dilakukan sebagaimana sujud dalam shalat. Dzikir dan do’a yang
dibaca ketika itu adalah seperti ketika dalam shalat. Kecuali jika sujud
sahwinya terdapat kekurangan satu raka’at atau lebih, maka ketika itu, sujud
sahwinya sesudah salam. Demikian pula jika orang yang shalat memilih keraguan
yang ia yakin lebih kuat,maka yang afdhol baginya adalah sujud sahwi sesudah
salam. Hal ini berlandaskan berbagai hadits shahih yang membicarakan sujud
sahwi. Wabillahit taufiq, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa
aalihi wa shohbihi wa sallam.”[10]-bersambung insya
Allah-
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Muslim.Or.Id
[1] Ar Roudhotun Nadiyyah
Syarh Ad Durorul Bahiyah, Shidiq Hasan Khon, 1/182, Darul ‘Aqidah, cetakan
pertama, 1422 H.
[2] Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani, 3/99, Darul Ma’rifah, 1379.
[3] Dialihbahasakan secara bebas dari Majmu’ Al Fatawa, 23/49.
[4] Bacaan sujud sahwi semacam ini di antaranya disebutkan oleh An Nawawi rahimahullahdalam Roudhotuth Tholibiin, 1/116, Mawqi’ Al Waroq.
[5] At Talkhis Al Habiir, Ibnu Hajar Al Asqolani, 2/6, Al Madinah Al Munawwaroh, 1384.
[6] HR. Muslim no. 772.
[7] HR. Bukhari no. 817 dan Muslim no. 484.
[8] Duduk iftirosy adalah keadaan duduk seperti ketika tasyahud awwal, iaitu kaki kanan ditegakkan, sedangkan kaki kiri diduduki punggung.
[9] Duduk tawaruk adalah duduk seperti tasyahud akhir, yaitu kaki kanan ditegakkan sedangkan kaki kiri berada di bawah kaki kanan.
[10] Yang menandatangani fatwa ini: Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz sebagai ketua; Syaikh ‘Abdur Rozaq ‘Afifi sebagai wakil ketua; dan Syaikh ‘Abdullah bin Qu’ud sebagai anggota. Fatwa Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ soal ketujuh, fatwa no. 8540, 7/129.
[2] Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani, 3/99, Darul Ma’rifah, 1379.
[3] Dialihbahasakan secara bebas dari Majmu’ Al Fatawa, 23/49.
[4] Bacaan sujud sahwi semacam ini di antaranya disebutkan oleh An Nawawi rahimahullahdalam Roudhotuth Tholibiin, 1/116, Mawqi’ Al Waroq.
[5] At Talkhis Al Habiir, Ibnu Hajar Al Asqolani, 2/6, Al Madinah Al Munawwaroh, 1384.
[6] HR. Muslim no. 772.
[7] HR. Bukhari no. 817 dan Muslim no. 484.
[8] Duduk iftirosy adalah keadaan duduk seperti ketika tasyahud awwal, iaitu kaki kanan ditegakkan, sedangkan kaki kiri diduduki punggung.
[9] Duduk tawaruk adalah duduk seperti tasyahud akhir, yaitu kaki kanan ditegakkan sedangkan kaki kiri berada di bawah kaki kanan.
[10] Yang menandatangani fatwa ini: Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz sebagai ketua; Syaikh ‘Abdur Rozaq ‘Afifi sebagai wakil ketua; dan Syaikh ‘Abdullah bin Qu’ud sebagai anggota. Fatwa Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ soal ketujuh, fatwa no. 8540, 7/129.
https://muslim.or.id/10305-sujud-sahwi-3-tata-cara-sujud-sahwi.html
makasih min untuk dalil sujud sahwi sangat membantu
BalasPadam