Yang disunnahkan dalam berdzikir adalah dengan
menggunakan jari-jari tangan:
“Dari
Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu’anhu, ia berkata: ‘Aku melihat Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam menghitung bacaan tasbih (dengan jari-jari) tangan
kanannya.’” (Hadits Shahih, riwayat Abu Dawud no. 1502, dan at Tirmidzi no.
3486, Shahiih at Tirmidzi III/146 no. 2714, Shahiih Abi Dawud I/280 no. 1330,
al Hakim I/547, al Baihaqi II/253).
Bahkan Nabi
Shallallahu’alaihi wa sallam memerintahkan para Sahabat wanita menghitung:
Subhanallah, Alhamdulillah, dan mensucikan Allah dengan jari-jari, kerana jari-jari
akan ditanya dan diminta untuk berbicara (pada hari Kiamat). (Hadits Hasan,
riwayat Abu Dawud no. 1501, dan at Tirmidzi. Dihasankan oleh Imam an Nawawi dan
Ibnu Hajar al ‘Asqalani).
(Dikutip dari: Yazid bin Abdul Qadir
Jawas, Dzikir Pagi dan Petang dan Sesudah Shalat Fardhu, Penerbit Pustaka Imam
Asy Syafi’i, cetakan pertama, Desember 2004 M, hal. 47).
Tidak ada
dalil shahih yang menerangkan bahawa Rasulullah Shallallahu ’alayhi wa Sallam
berdzikir menggunakan subhah (kalung biji-bijian), dalam masyarakat
kita disebut tasbih kerana digunakan untuk bertasbih.
Menurut
petunjuk Nabi Shallallahu’ alaihi wa sallam berdzikir itu dihitungnya dengan
tangan bukan dengan biji-bijian tasbih. Dan menurut hadist Abdullah bin Amr
bahawa Nabi Shallallahu’ alaihi wa sallam menghitungnya dengan tangan kanannya
bukan dengan kedua tangannya (kanan dan kiri).
Dari itu
Muhammad Nashirudin Al Albani rahimahullah mengatakan : “Bertasbih dengan kedua
tangan menyalahi Sunnah!”
Sesuaikah kita berdzikir dengan tangan kiri yang dipergunakan untuk mencuci kotoran?
Detailnya
lihat As-Subhah Tarikhuha wa Hukmuha tulisan asy-Syaikh Bakr Abu Zaid
hafizhahullah yang telah diterjemahkan di antaranya dengan judul Tasbih Bid’ah
atau Sunnah? (Pustaka Salafiyah, 2004).
Berikut ini
tambahan artikel tentang dimakruhkannya penggunaan biji-biji tasbih.
Tulisan ini dikutip dari majalah assunnah...
© Menggunakan alat tasbih untuk zikir
Menggunakan
alat tasbih adalah bid’ah. Menurut sunnah sebagaimana yang selalu Rasulullah
shallallahu'alaihi wa sallam lakukan adalah berzikir dengan menggunakan tangan
kanannya.
Banyak Atsar
sahabat dan tabi’in yang menunjukkan, bahawa mereka mengingkari orang yang
menggunakan bijian atau kerikil untuk menghitung dzikirnya. Di antara atsar
tersebut adalah:
# Atsar Aisyah, Iaitu ketika melihat seorang wanita dari Kulaib yang menghitung dzikirnya
dengan bijian. Aisyah berkata: Mana jarimu? (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah
dalam kitab Al Mushnaf, no.7657, dalam sanadnya terdapat jahalah (orang yang
tidak diketahui))
# Atsar
Abdullah bin Mas’ud, dari Ibrahim berkata : Abdullah bin Mas’ud membenci
hitungan (dengan tasbih) dan berkata: Apakah mereka menyebut-nyebut kebaikannya
di hadapan Allah? (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam kitab Al Mushnaf,
no.7667 dengan sanad yang shahih)
# Atsar dari
Ash Shalat bin Bahram, berkata : Ibnu Mas’ud melihat seorang wanita yang
bertasbih dengan menggunakan subhah, kemudian beliau memotong tasbihnya dan
membuangnya. Beliau juga melewati seorang laki-laki yang bertasbih menggunakan
kerikil, kemudian memukulnya dengan kakinya dan berkata: Kamu telah mendahului
(Rasulullah) dengan melakukan bid’ah yang dzalim, dan kamu lebih tahu dari para
sahabatnya. (Diriwayatkan oleh Ibnu Waddaah Al Qurthubi dalam kitab Al Bida’ Wa
An Nahyu ‘Anha, hlm.12 dengan sanad yang shahih. Juga ada inqitha’, karena Ash
Shalat tidak pernah mendengar dari Ibnu Mas’ud)
# Atsar dari
Sayyar Abi Al Hakam, bahwasanya Abdullah bin Mas’ud menceritakan tentang
orang-orang Kufah yang bertasbih dengan kerikil di dalam masjid. Kemudian
beliau mendatanginya dan menaruh kerikil di kantung mereka, dan mereka
dikeluarkan dari masjid. Beliau berkata: Kamu telah melakukan bid’ah yang
dzalim dan telah melebihi ilmunya para sahabat Nabi. (Diriwayatkan oleh Ibnu
Waddaah Al Qurthubi dalam kitab Al Bida’ Wa An Nahyu ‘Anha, hlm.11 dengan sanad
yang shahih. Juga ada inqitha’, karena sayyar tidak pernah mendengar dari Ibnu
Mas’ud)
# Atsar dari
Amru bin Yahya; dia menceritakan pengingkaran Abdullah bin Mas’ud terhadap
halaqah di masjid Kufah yang orang-orangnya bertasbih, bertahmid dan bertahlil
dengan kerikil. (Riwayat selengkapnya, lihat sunan Ad Darimi, Kitabul
Muqaddimah, hadits no.206. Juga disebutkan dalam Tarikh Wasith, Aslam bin Sahl
Ar Razzaz Al Wasithi. Syaikh Al Albani menshahihkan sanad hadits ini dalam As
Silsilah Ash Shahihah, hadits no.2005)
Adapun yang
membawa masuk alat tersebut ke dunia Islam dan yang pertama kali
memperkenalkannya ialah kelompok-kelompok thariqat atau tasawuf; disebutkan
oleh Sidi Gazalba sebagai hasil kombinasi pemikiran antara Islam dengan Yahudi,
Kristen, Manawi, Majusi, Hindu dan Budha serta mistik Pytagoras.
KESIMPULAN
Rasulullah
shallallahu'alaihi wa sallam dan para sahabatnya tidak pernah menggunakan alat
tasbih dalam menghitung dzikirnya; dan ini merupakan sunnah yang harus diikuti.
Seandainya menggunakan tasbih merupakan kebaikan, niscaya Rasulullah shallallahu'alaihi
wa sallam dan para sahabat merupakan yang pertama sekali melakukannya.
Oleh sebab
itu, orang yang faham dan berakal tidak akan menyelisihi sunnah Rasulullah
shallallahu'alaihi wa sallam menghitung dzikir dengan jari tangannya, menggantinya
dengan hal-hal yang bid’ah, yaitu menghitung dzikir dengan tasbih atau alat
penghitung lainnya. Inilah yang disepakati oleh seluruh ulama pengikut madzhab,
seperti yang disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Alangkah
indahnya pesan Imam Asy Syafi’i: Kami akan mengikuti sunnah Rasulullah
shallallahu'alaihi wa sallam baik dalam melakukan suatu ibadah atau dalam
meninggalkannya.’ Abdullah bin Umar menambahkan: Semua bid’ah adalah sesat,
meskipun manusia memandangnya baik.
Allahu a’lam
Semoga Allah
Tabaraka Wa Ta’ala menambahkan kepada kita semua ilmu yang haq dan
memudahkannya untuk memahaminya.
Orang yang paling baik ialah yang paling banyak berzikir.
BalasPadamZikir- sebutan atau ingatan, merujuk kepada ingatan kepada Allah SWT. Semua ibadat adalah menjurus kepada mengingat Allah.
Setiap ibadah memerlukan masa, tempat, keadaan tertentu, Sebaliknya zikir dilakukan dalam semua keadaan apa pun juga. Kerana zikir boleh dilakukan dengan hati. Segala keadaan membolehkan zikir dilakukan.